Filsafat Pendidikan Islam
BAB I
PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Kata “filsafat” berasal dari
bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “shopia”. Philos
artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya kearifan atau kebijakan.
Jadi, arti filsaafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadap
kearifan atau kebijakan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara popular
dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam
penggunaan secara popular, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian
hidup (individu), dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat).
Pengertian filsafat menurut para
filosof antara lain, menurut Plato ialah “pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran asli.” Menurut Aristoteles mengartikan filsafat sebagai “ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika,
logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika.” Sedangkan menurut Al-Farabi
memaknai filsafat sebagai “pengetahuan tentang hakikat sebagai yang
sebenarnya”. Immanuel Kant mengartikan filsafat sebagai “pengetahuan yang
menjadi pangkal pokok segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya: apa yang
dapat diketahui (metafisika), apa yang seharusnya diketahui (etika), sampai di
mana harapan kita (agama), apa itu manusia (antropologi).”
Orang-orang Yunani, lebih kurang 600
tahun SM, telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia
menjadi manusia. Ada dua kata yang penting dalam kalimat itu, pertama
“membantu” dan kedua “manusia”. Manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi
manusia. Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki
nilai (sifat) kemanusiaan. Itu menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi
manusia. Karena itulah sejak dahulu banyak manusia gagal menjadi manusia. Jadi,
tujuan mendidik ialah me-manusia-kan manusia. Agar tujuan itu dapat dicapai dan
agar program dapat disusun maka cirri-ciri manusia yang telah menjadi manusia
itu haruslah jelas.
Dalam arti luas, pendidikan
merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang
berlangsung sepanjang hayat. Dalam GBHN 1973 dikemukakan pengertian pendidikan
bahwa, “pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan didalam
maupun diluar sekolah, dan berlangsung seumur hidup”.
Pengertian pendidikan dalam arti
yang luas sebagai semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
pengetahuan, pengalaman, kecakapan, dan keterampilannya kepada generasi muda,
sebagai usaha menyiapkan generasi muda agar dapat memahami fungsi hidupnya,
baik jasmani maupun rohani. Upaya ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan
kedewasaan dan kemampuan anak untuk memikul tanggung jawab moral dari segala
perbuatannya. Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Dan
tujuan dari proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan,
kematangan, dari kepribadian manusia. Dengan demikian, jelaslah bahwa
pengertian pendidikan itu erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan manusia
Filsafat pendidikan menurut
Al-Syaibany adalah “pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam
bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu dari segi pelaksanaan
falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan
yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah
pendidikan secara praktis”. Selanjutnya Al-Syaibany berpandangan bahwa filsafat
pendidikan, seperti halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat
serta masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan. Filsafat pendidikan
berusaha untuk mendalami konsep-konsep pendidikan dan memahami sebab-sebab yang
hakikidari masalah pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha juga membahas
tentang segala yang mungkin mengarahkan proses pendidikan.
Pendidikan islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Pedidikan Islam
juga bisa diartikan bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut
ajaran Islam dengan himah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
Menurut Marimba, sebagaimana dikutip
Bawani, Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam.
Menurut definisi ini, ada tiga
faktor yang mendukung pendidikan Islam. Pertama, harus ada usaha untuk
mengembangkan potensi jasmani dan rohani yang dididik secara seimbang. Kedua,
usaha tersebut didasarkan pada ajaran Islam, terutama didasarkan pada al-Qur’an
dan al-Hadits. Ketiga, usaha tersebut bertujuan agar yang dididik pada akhirnya
memiliki kepribadian utama menurut ukuran Islam yang jelas. Maka pendidikan
Islam itu adalah membimbing orang yang dididik dengan berdasarkan ajaran Islam.
Filsafat Pendidikan Islam juga bisa diartikan sebagai studi tentang
pandangan filosofis dari sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap
masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan manusia Muslim dan umat Islam. Di samping itu, Filsafat Pendidikan
Islam juga merupakan studi tentang penggunaan dan penerapan metode dan sistem
filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat Islam, dan
selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan
pendidikan umat Islam.
Dari beberapa definisi di atas dapat
pemakalah simpulkan bahwasannya Filsafat Pendidikan Islam adalah “usaha untuk
membimbing manusia secara mendalam, baik itu jasmani maupun rohani berdasarkan
agama Islam supaya terbentuk pribadi yang utama sesuai dengan ajaran Islam”.
BAB II
RUANG
LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam merupakan
pengetahuan yang memperbincangkan masalah-masalah pendidikan Islam. Ruang
lingkup filsafat pendidikan tidak akan jauh dari beberapa hal di bawah ini:
1. Hakikat para pendidik dan anak didik.
2. Hakikat materi pendidikan dan metode penyampaian materi.
3. Hakikat tujuan pendidikan dan alat-alat pendidikan yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan.
4. Hakikat model-model pendidikan.
5. Hakikat lembaga formal dan nonformal dalam pendidikan.
6. Hakikat sistem pendidikan.
7. Hakikat evaluasi pendidikan.
8. Hakikat hasil-hasil pendidikan.
Dalam filsafat pendidikan Islam,
selain ruang lingkup yang diterangkan di atas, terdapat substansi pendidikan
yang sangat penting, bahkan menentukan nilai sebuah proses pendidikan, yaitu:
1. Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber ajaran dalam
pendidikan Islam.
2. Akhlak Nabi Muhammad SAW yang dapat dijadikan sebagai
pelajaran berharga untuk membentuk akhlak anak didik.
3. Keimanan kepada seluruh ajaran Islam yang dapat diterima
oleh hati dan akal yang sehat.
4. Kehidupan dunia yang oleh ajaran Islam dibebaskan
pengembangannya.
5. Alam semesta yang diciptakan untuk kemakmuran manusia.
6. Baik dan buruk.
7. Pahala dan dosa.
8. Ikhtiar dan takdir yang menjadi bagian dari rencana
kehidupan manusia dan kehendak Allah SWT yang pasti adanya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik
pemahaman bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan Islam berkaitan dengan
pendekatan yang diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Ontologi ilmu pendidikan, yang membahas hakikat substansi
dan pola organisasi ilmu pendidikan Islam.
2. Epistemologi ilmu pendidikan, yang membahas hakikat objek
formal dan materi ilmu pendidikan Islam.
3. Metodologi ilmu pendidikan, yang membahas hakikat
cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan Islam.
4. Aksiologi ilmu pendidikan, yang membahas hakikat nilai
kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan Islam.
B. Peranan
Filsafat Pendidikan Islam
Peranan filsafat pendidikan Islam
adalah harus mampu menjawab segala permasalahan dalam bidang pendidikan, baik
yang berkaitan dengan sistem cara pengajarannya dan lain sebagainya.
Sebagaimana disebutkan oleh Omal Muhammad Al-Taumi, Al-Syaibani bahwa filsafat
Pendidikan Islam harus mampu memberikan pemanfaatan bagi hasanah Pendidikan
Islam berupa :
1. Membantu para perancang dan pelaksanaan pendidikan dalam
membentuk pemikiran yang benar terhadap proses pendidikan.
2. Memberikan dasar penilaian pendidikan secara menyeluruh.
3. Menjadi dasar penilaian pendidikan secara menyeluruh.
4. Memberi sandaran intelektual, bimbingan bagi terlaksana
pendidikan untuk menghadapi tantangan yang muncul dalam bidang pendidikan,
sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang timbul dalam bidang pendidikan.
5. Memberikan pendalaman pemikiran tentang pendidikan dan
hubungannya dengan faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi,
politik, dan berbagai kehidupan lainnya.
Menurut Juhahiyrini juga menyampaikan
dan mengklasifikasikan tentang beberapa faktor yang menjadi peran dan tanggung
jawab filsafat pendidikan Islam dalam memberikan solusi kepada permasalahan
pada dunia pendidikan Islam. Filsafat pendidikan Islam memberikan
alternatif-alternatif pemecahan terhadap problem-problem yang dihadapi oleh
pendidikan Islam.
1. Filsafat pendidikan Islam menunjukkan problem yang
dihadapi oleh Pendidikan Islam, sebagai dari hasil pikiran yang mendalam dan
berusaha untuk memahami segala permasalahannya. Dengan analisa filsafat, maka
filsafat pendidikan Islam bisa menunjukkan alternatif-alternatif pemecahannya.
2. Filsafat pendidikan Islam memberikan pandangan tersebut
tentang manusia. Pandangan tentang hakekat tersebut berkaitan dengan tujuan
hidup manusia dan sekaligus meruapakan tujuan pendidikan menurut Islam.
3. Filsafat Pendidikan Islam dan analisanya terhadap hakikat
hidup dan kehidupan manusia, berkesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi
bawaan yang harus ditumbuhkan dan diperkembangkan.
4. Filsafat pendidikan Islam, dalam analisanya terhadap
masalah-masalah Pendidikan Islam masa kini yang dihadapinya, akan dapat
memberikan informasi apakah proses pendidikan agama Islam yang mampu mencapai
tujuan pendidikan Islam yang ideal atau tidak.
BAB III
FUNGSI,
TUJUAN SERTA HUBUNGAN
ANTARA
FILSAFAT DENGAN PENDIDIKAN ISLAM
Berasal dari bahasa yunani Philosophia
yang berasal dari kata majemuk berupa philo yang bermakna cinta dan Sophia yang
bermakna kebijaksanaan. Kata filsafat dikenal falsafah oleh orang arab, dan
philosophy dalam bahsa inggris. Disisi lain juga bisa dijabarkan pengertianya
seperti bijak dalam penggunaan akal budi, cerdas terhadap suatu permasalaha,
pintar dalam segaa hal. Jadi arti dari filsafat adalah cinta kebijaksanaan.
John dewey berpendapat bahwa filsafat
pendidikan adalah merupakan sesuatu studi untuk pembentukan kemampuan dasar
bersifat fundamental, baik yang menyangkut intelektual (daya pakar), maupun
emosional.
Selanjutnya pendidikan adalah upaya
mengembangkan potensi manusiawi setiap individu baik potensi fisik, cipta,
rasa, maupun karsanyan, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi daam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiawian universal.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan yang
harmonis serta dinamis. Filsafat pendidikan adalah filsafat yng digunakan dalam
studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Jadi kita mengkritisi suatu hnaya
seputar dunia pendidikan.
Sesuai dengan pengertian filsafat
sendiri yaitu adalah cinta terhadap kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat
adalah suatu kegiatan atau aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebijaksnaan sebagai sasaran utamnya. Sebagai suatu agama, islam memiliki
ajaran yang diakui lebih sempuna dibandingkan dengan agama lainya yang pernah
diturunkan tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang sempurna, islam dipersiapkan
untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman bahkan hingga akhir zaman. Agama
islam berpedoman pada al-quran dan al-hadis.
Dapat dipahami dalam uraian diatas,
bahwa filsafat pendidikan islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis
mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada
al-quran dan al-hadist sebagai sumber primer atau utama. Dengan demikian,
filsafat pendidikan islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat
pendidikan yang berdasar ajaran islam atau yang dijiwai oleh ajaran agama
islam, jadi ajaran tersebut bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa
batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Ruang lingkup filsafat pendidikan
Islam sama seperti ruang lingkup pada filsafat secara umum yang meliputi yaitu
kosmologi, ontologi, epistimologi dan aksiologi. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1. Epistimologi merupakan pemikiran tentang apa dan
bagaimana sumber pengetahuan manusia didapat, apakah diperoleh melalui akal
pikiran, apakah melalui pengalaman indrawi, apakah melalui perasaan/ilustrasi,
apakah melalui Tuhan.
2. Aksiologi merupakan pemikiran tentang masalah
nilai-nilai, misalnya nilai moral, etika, estetika nilai religius dan
sebagainya. Menurut George Thomas, aksiologi mengandung pengertian lebih luas
daripada etika atau nilai kehidupan yang bertaraf lebih tinggi.
3. Kosmologi merupakan pemikiran yang berhubungan dengan
alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan,
proses kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan lain-lain.
4. Ontologi merupakan pemikiran tentang asal alam semesta,
bagaimana proses penciptaan alam semesta dan kemana akhirnya. Pemikiran
ontologi pada akhirnya akan menentukan bahwa ada sesuatu yang menciptakan alam
semesta ini, apakah pencipta itu bersifat kebendaan (materi) atau bersifat
kerohanian (immateri), apakah ia banyak/berbilang atau tunggal/esa.
Tujuan Filsafat Pendidikan Islam yaitu
untuk mendekatkan hamba kepada penciptanya, agar bisa lebih bertanggung jawab
terhadap kewajibannya. Dengan cara mampu berkomunikasi berdasar ajaran agama
dengan informatif, baik, logis, dan benar.
Menurut Ahmad D. Marimba, Filsafat
Pendidikan Islam berfungsi sebagai pegangan pembelajaran untuk generasi yang
berkepribadian muslim, sehingga generasi atau angkatan tersebut mengembangkan
usaha pendidikan dan melakukan pembenaran bahkan penyempurnaan metode Filsafat
sehingga membawa hasil yang lebih besar.
Ada beberapa metode dalam Filsafat
Pendidikan Islam, diantaranya:
1. Normatif; Fungsi adanya metode ini yaitu untuk mencari
nilai, aturan, yang pastinya berkaitan dengan Pendidikan Islam. Sehingga segala
proses pembelajaran sesuai dengan aturan dan ketentuan dari Al-Qur'an.
2. Analisa konsep dan Analisa Bahasa; Dalam metode ini
saling interdipandensi atau berhubungan karena analisa bahasa atau linguistic
adalah media komunikasinya. Merupakan analisa mengenai istilah yang terdiri
dari gagasan, ide, dan konsep. Yang berusaha menginterpretasikan terhadap arti
dan makna suatu ide yang dimiliki.
3. Metode Terpadu; Terdapu atinya memadukan unsur
rasional-empiris dengan unsur intuisi. Maksudnya, dalam penyelesaian masalah
dalam Pendidikan Islam tidak hanya mengandalkan salah satu unsur, tetapi
memadukan dua unsur tersebut untuk cara pencari kebenaran.
4. Spekulasi dan Kontemplasi; Kata spekulasi berasal dari
bahasa inggris speculative yang berarti pemikiran, berasal dari bahasa
arabfikri. Sedangkan kata Kontemplasi juga berasal dari bahasa Inggris
contemplative yang bermakna merenung, dan bahasa arabtaammuliy.
5. Historical Philosophy Approach (pendekatan History);
Dalam pemikiran Filsafat, peristiwa histori sebenarnya tidak mungkin terjadi,
hanya sebagai petunjuk pada masa depan. Kata "Historis" memiliki
makna sejarah. Atau bisa diartikan sebagai mengambil pelajaran di kejadian pada
masa lalu, atau kejadian yang pernah terjadi.peristiwa dalam kehistorian
terjadi karena hubungan sebab-akibat
6. Metode Deduktif; Merupakan penalaran suatu kebenaran yang
bersifat umum terhadap kebenaran yang bersifat khusus. Mengapa filsafat
menggunakan metode ini? Karena sifat dari Filsafat yaitu rasional-logis dan
lebih banyak mengangkat kebenaran yang sifatnya umum. Metode ini sangatlah pas
digunakan dalam ilmu Filsafat.
Hubungan antara filsafat dengan teori
pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Ilmu Filsafat berfungsi mengarahkan teori pendidikan yang
telah dikembangkan oleh ahlinya, menurut pandangan yang mempunyai hubungan
dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan teori yang telah dikembangkan para
ahli, agar bisa terealisasikan pada praktik pendidikan sesuai dengan kebutuhan
yang sedang berkembang dalam masyarakat.
2. Baik ilmu filsafat maupun filsafat pendidikan, pasti
bertujuan memberi petunjuk dalam pengembangan teori pendidikan menjadi ilmu
pendidikan. Praktek pendidikan yang dilandaskan pendidikan filsafat tertentu,
akan menghasilkan bentuk pendidikan tertentu pula.
3. Dalam analisa filsafat, ilmu filsafat adalah salah satu
cara pendekatan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan masalah pendidikan,
dan menyusun teori pendidikan.
BAB IV
HAKIKAT MANUSIA DAN MASYARAKAT
A. Hakikat Manusia
Manusia
dalam pengertian insan menunjukan makhluk yang berakal, yang berperan sebagai
subyek kebudayaan. Dapat juga dikatakan bahwa manusia sebagai insan menunjukan
manusia sebagai makhluk psikis yang mempunyai potensi rohani, seperti fitrah,
kalbu, akal. Potensi inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang
tertinggi martabatnya dibandingkan makhluk- makhluk lainnya.
Dalam
pengertian yang telah dijelaskan diatas bahwa manusia mempunyai dua komponen
yaitu jasmani dan rohani. Dengan kelengkapan fisik atau jasmani manusia dapat
melaksanakan tugas-tugasnya yang memerlukan dukungan fisik dan dengan
kelengkapan rohaninya ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan
dukungan mental. Selanjutnya untuk memfungsikan kedua unsur tersebut secara
baik diperlukan pembinaan dan bimbingan disinilah pendidikan sangat diperlukan
berikut ini penjelasan penulis antara dua komponen tersebut yaitu :
1.
Jasmani;
Manusia sebagai pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini
bisa diraih dengan jasmani yang sehat dan kuat sebagaimana firman Allah dalam
QS. Al-Baqarah ayat 247 sebagai berikut : "Sesungguhnya Allah telah
memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa” (Qs.
Al-Baqarah:247). Aspek jasmaniah merupakan salah satu pokok untuk mendapatkan
kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, Kebutuhan jasmani berfungsi
sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan manusia terutama sebagai
sarana untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
2.
Rohani;
Allah SWT berfirman dalam QS. AL-Hijr ayat 29, Artinya: “Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS. AL-Hijr:29).
Dalam
ayat tersebut bahwa Allah SWT menyempurnakan proses kejadian manusia dengan
meniupkan ruh pada diri manusia maka ketika ruh telah ditiupkan maka pada saat
itulah manusia dalam bentuk yang sempurna mempunyai sifat dan potensi untuk
mengetahui sesuatu.
Berikut
ini beberapa potensi rohani yang dimiliki oleh manusia yaitu :
1.
Fitrah;
Kata fitrah (fathara) mempunyai arti belahan, muncul, kejadian dan penciptaan.
Maka yang dimaksud fitrah adalah keadaan semula jadi atau bawaan sejak lahir
manusia.
2.
Syahwat;
Syahwat berasal dari bahasa arab syahiya-syaha yasyha-syahwatan secara lughawi
berarti menyukai dan menyenangi. Sedangkan pengertian syahwat adalah
kecenderungan jiwa terhadap apa yang dikehendakinya.
3.
Akal
(Aql); Akal yang berasal dari bahasa arab aqala yaitu mengikat atau menahan.
secara umum akal difahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu
pengetahuan. Aqala mengandung arti yaitu mengerti, memahami, berfikir.
B. Hakikat Masyarakat Dalam Islam
Hakikat
masyarakat dalam Islam Masyarakat dalam Islam sering diistilahkan dengan ummat
atau ummah. Istilah ummah berasal dari kata ‘amma, artinya
bermaksud (qashada) dan berniat keras (‘azima).
Pengertian
seperti ini terdiri atas tiga arti yakni “gerakan” dan “tujuan”, dan “ketetapan
hati yang sadar”. Dan sepanjang kata ‘amma itu pada mulanya mencakup arti
“kemajuan” maka tentunya ia memeperlihatkan diri sebagai kata yang terdiri atas
empat arti, yaitu usaha, gerakan, kemajuan, dan tujuan.
Kata
umat menurut al-Asfihani diartikan sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh
sesuatu, seperti agama yang sama, waktu atau tempat yang sama baik
perhimpunannya secara terpaksa atau kehendak mereka sendiri .
Kata
umat dalam al-Qur’an disebut sebanyak 52 kali dalam bentuk tunggal al-Damighani
dalam kamus alQur’annya merinci sembilan pengertian, kata umat yang terdapat
dalam al-Qur’an yaitu: Kelompok agama (tauhid), waktu yang panjang, kaum,
pemimpin, generasi silam, umat Islam, orang-orang kafir, dan seluruh umat
manusia Dalam al-Qur’an banyak sekali penggunaan Istilah umat yaitu sebagai
berikut :
1.
Umat
berarti agama yang satu
2.
Umat
berarti segolongan/kelompok
3.
Umat
berarti sekumpulan orang yang diberi peringatan
4.
Umatan
wahidan berarti agama yang satu (Islam)
5.
Umat
berarti agama
6.
Umat
berarti pemeluk agama
7.
Umatan
wasathan berarti umat yang seimbang
BAB
V
HAKIKAT
ALAM
A.
Pengertian Alam
Alam dalam
pandangan Filsafat Pendidikan Islam dapat dijelaskan sebagai berikut. Kata alam
berasal dari bahasa Arab ’alam (عالم ) yang seakar
dengan ’ilmu (علم, pengetahuan) dan alamat
(pertanda). Ketiga istilah tersebut mempunyai korelasi makna. Alam sebagai
ciptaan Tuhan merupakan identitas yang penuh hikmah. Dengan memahami alam,
seseorang akan memperoleh pengetahuan. Dengan pengetahuan itu, orang akan
mengetahui tanda-tanda atau alamat akan adanya Tuhan. Dalam bahasa Yunani, alam
disebut dengan istilah cosmos yang berarti serasi, harmonis. Karena alam itu
diciptakan dalam keadaan teratur dan tidak kacau. Alam atau cosmos disebut
sebagai salah satu bukti keberadaaan Tuhan, yang tertuang dalam keterangan
Al-qur`an sebagai sumber pokok dan menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi
manusia.
Istilah
alam dalam alqur’an datang dalam bentuk jamak (‘alamiina), disebut
sebanyak 73 kali yang termaktub dalam 30 surat. 15 Pemahaman kata ‘alamin,
merupakan bentuk jamak dari keterangan al-quran yang mengandung berbagai
interpretasi pemikiran bagi manusia.
Menurut
Al-Rasyidin, dalam bukunya Falsafah pendidikan Islam bahwa kata `alamin
merupakan bentuk prulal yang mengindikasikan bahwa alam semesta ini banyak dan
beraneka ragam. Pemaknaan tersebut konsisten dengan konsepsi Islam bahwa hanya
Allah Swt yang Ahad, Maha Tunggal dan tidak bisa dibagi-bagi. Kemudian beliau
menuturkan kembali bahwa konsep islam megenai alam semesta merupakan penegasan
bahwa alam semesta adalah sesuatu selain Allah Swt.
Dari satu
sisi alam semesta dapat didefenisikan sebagai kumpulan jauhar yang tersusun
dari maddah (materi) dan shurah (bentuk), yang dapat diklasifikasikan ke dalam
wujud konkrit (syahadah) dan wujud Abstrak (ghaib). Kemudian, dari sisi lain,
alam semesta bisa juga dibagi ke dalam beberapa jenis seperti benda-benda padat
(jamadat), tumbuh-tumbuhan (nabatat), hewan (hayyawanat), dan manusia.
Menurut
Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibany dalam bukunya Falsafah Pendidikan
Islam menyatakan bahwa alam semesta atau alam jagat ialah selain dari Allah swt
yaitu cakrawala, langit, bumi, bintang, gunung dan dataran, sungai dan lembah,
tumbuh-tumbuhan, binatang, insan, benda dan sifat benda, serta makhluk benda
dan yang bukan benda. Beliau juga menuturkan bahwa sebahagian ulama Islam
mutaakhir membagi alam ini kepada empat bahagian yaitu ruh, benda, tempat dan
waktu. Sedangkan manusia menjadi salah satu unsur alam semesta sebagai makhluk
baharu dengan fungsi untuk memakmurkan alam semesta serta meneruskan
kemajuaannya.
Menurut
Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Al-rasyidin dalam bukunya falsafah
pendidikan Islam menerangkan bahwa semua yang maujud selain Allah Swt baik yang
telah diketahui maupun yang belum diketahui manusia disebut alam. Kata `alam
terambil dari akar kata yang sama dengan `ilm dan `alamah, yaitu sesuatu yang
menjelaskan sesuatu selainnya. Oleh karena itu dalam konteks ini, alam semesta
adalah alamat, alat atau sarana yang sangat jelas untuk mengetahui wujud tuhan,
pencipta yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan Maha Mengetahui. Dari sisi ini dapat
dipahami bahwa keberadaaan alam semesta merupakan tanda-tanda yang menjadi alat
atau sarana bagi manusia untuk mengetahui wujud dan membuktikan keberadaan
serta kemahakuasaan Allah Swt.
Di dalam Al
Qur'an pengertian alam semesta dalam arti jagat raya dapat dipahami dengan
istilah "assamaawaat wa al-ardh wa maa baynahumaa". Istilah ini
ditemui didalam beberapa surat Al Qur'an yaitu: Dalam surat maryam ayat 64 dan
65 :
وَمَا
نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ ۖ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا
خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذٰلِكَ ۚ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا # رَبُّ
ٱلسَّمٰوٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَٱعْبُدْهُ وَٱصْطَبِرْ
لِعِبَادَتِهِۦ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
Artinya: Dan tidaklah kami (Jibril)
turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di
hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa (64). Tuhan (yang menguasai) langit dan
bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah dia dan berteguh
hatilah dalam beribadat kepada-Nya. apakah kamu mengetahui ada seorang yang
sama dengan dia (yang patut disembah)(65)
Dalam surat ar-rum
ayat 22:
وَمِنْ
اٰيٰتِهِ خَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَا خْتِلَا فُ اَلْسِنَتِكُمْ وَاَ
لْوَا نِكُمْ ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰ يٰتٍ لِّلْعٰلِمِيْنَ
”Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan
warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui”.(Q.S. Ar Rum: 22)
Dalam surat
al-anbiya ayat 16 :
وَمَا
خَلَقْنَا السَّمَآءَ وَا لْاَ رْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لٰعِبِيْنَ
“Dan
tidaklah kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main”. (Q.S. al Anbiya: 16)
Dapat
ditarik kesimpulan bahwa alam semesta bermakna sesuatu selain Allah Swt, maka
apa-apa yang terdapat di dalamnya baik dalam bentuk konkrit (nyata) maupun
dalam bentuk abstrak (ghaib) merupakan bagian dari alam semesta yang berkaitan
satu dengan lainnya. Untuk dapat Memahami dan meneliti alam yang kemudian
menghasilkan science yang benar, haruslah melalui pendidikan yang benar dan
berkualitas. Oleh karena itu, Islam mempunyai ajaran yang sangat penting dalam
pendidikan, dalam rangka menghasilkan para scientist, ilmuwan atau ulama, yang
kemudian akan memelihara dan memakmurkan alam ini.
B.
Tujuan Penciptaan
Alam Semesta
Dalam
perspektif Islam, tujuan penciptaan alam semesta pada dasarnya adalah sarana
untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan
dan kemahakuasaan Allah Swt. Keberadaaan alam semesta merupakan petunjuk yang
jelas tentang keberadaaan Allah Swt. Oleh karena itu dalam mempelajari alam
semesta, manusia akan sampai pada pengetahuan bahwa Allah Swt adalah Zat yang
menciptakan alam semesta.
Omar
menjelaskan bahwa alam semesta tercipta diperutukkan untuk manusia sebagai
penerima amanah dengan menjadi khalifah di muka bumi ini. Alam dapat menjadi
sumber ilham melalui potensi akal yang diberikan Allah swt kepada manusia untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan dan hakikat-hakikat yang terdapat di dalam alam
semesta ini. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa manusia akan memperoleh
manfaat dan keuntungan yang amat besar apabila manusia tersebut mampu dan
mengerti dalam memanfaatkan apa saja yang terdapat di alam semesta ini.
Al-qur`an
dalam hal ini menjelaskan bahwa penciptaan alam semesta bertujuan bukan menjadi
seteru bagi manusia, bukan menjadi penghambat manusia dalam berpikir dan
berkembang, juga bukan menjadi musuh manusia, akan tetapi alam semesta
diciptakan oleh Allah Swt untuk bekerjasama dengan manusia dengan menggunakan
alam sebagai sumber dan mediasi untuk mendapatkan respon ilmu, yang dapat
membantu mereka dalam menjalankan amanah yang telah diberikan Allah Swt sebagai
khalifah dalam menjalankan roda kehidupan dan serta dalam menjalankan
kemaslahatan umat manusia seluruhnya.Kemudian juga di terangkan bahwa alam
semesta merupakan ladang ilmu bagi manusia yang darinya dapat diperoleh
berbagai manfaat dalam memenuhi segala kebutuhan manusia yang pada akhirnya
manusia itu akan dituntut untuk dapat mensyukuri atas apa-apa yang mereka
peroleh dan mereka nikmati dari pemberian Allah swt. Hal ini terlihat dari
firman Allah swt dalam surat an-nahl:14 yaitu:
“Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan
yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”.
C.
Prinsip Filsafat
Pendidikan Islam Tentang Alam
Pendidikan
Islam percaya bahwa alam semesta yang berjalan dengan teratur itu harus
dipahami sebagai keajaiban dan keagungan Sang Pencipta. Dengan ini pendidkan
Islam harus dapat menunjukkan keajaiban dan keagungan ini, yaitu bahwa manusia
tidak berdaya di hadapan Tuhan yang telah membuat alam ini sedemikian harmonis
dan teratur.
Menurut
al-Syaibany, Filsafat pendidikan Islam dapat menentukan pemikiran pendidikan
Islam dan implementasinya di antara filsafat-filsafat pendidikan lainnya.
Filsafat Pendidikan Islam sebagai ilmu harus mampu menentukan sikapnya terhadap
permasalahan-permasalahan seputar alam. Sikap ini pada gilirannya melahirkan
prinsip-prinsip yang dapat dijadikan landasan filosofis bagi penentuan tujuan
pendidkan, kurikulum, metode, dan komponen-komponen lainnya. Intinya, Filsafat
Pendidikan Islam hendaknya dapat membina dan membangun pemikiran filsafatnya
sesuai pandangan dan ajaran yang diambil dari sumber ajaran Islam.
BAB
VI
HAKIKAT
ILMU PENGETAHUAN
A.
Pengertian Ilmu
Pengetahuan
Ilmu dalam
bahasa Inggris disebut science berasal dari bahasa latin scientia
(pengetahuan). Sinonim dalam bahasa Yunani adalah episteme. Pengetahuan dalam
bahasa Inggris disebut knowledge. Sepanjang sejarah manusia dalam
usahanya memahami dunia sekelilingnya mengenal dua sarana, yaitu pengetahuan
ilmiah dan penjelasan gaib kini disatu pihak manusia memiliki sekelompok
pengetahuan yang sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah dibuktikan
kebenarannya secara sah, tetapi dipihak lain sebagai pengenal pula aneka
keterangan serba gaib yang tidak mungkin di uji sahnya untuk menjelaskan
rangkaian peristiwa yang masih berarada diluarjangkauan pemahamannya.
Di antara
rentangan pengetahuan ilmiah dan penjelasan gaib itu terdapat persoalan ilmiah
yang merupakan kumpulan hipotesis yang dapat di uji, tetapi belum secara sah di
buktikan kebenarannya.
Hirarki
illustrasi bangunan ilmu pengetahuan di atas menunjukkan bahwa ontology ilmu
ditempatkan sebelum epistemology dengan cara mengasumsikan “ada” realitas
kemudian ditambahkan epistemology untuk menjelaskan bagaimana kita mengetahui
realitas tersebut. Hirarki dari bangunan ilmu pengetahuan tersebut yang dalam
istilah Keith Lethrer adalah teori dogmatic epistemology. Konsepsi dari teori
ini adalah dengan menempatkan ontology sebelum epistemology.
Selain dari
teori dogmatic epistemology terdapat pula teori critical epistemologydimana
teori ini merupakan bentuk revolusi dari teori dogmatic epistemology yang dalam
prosesnya adalah menanyakan apa yang telah diketahui sebelum menjelaskannya,
artinya bahwa teori ini berada pada wilayah mempertanyakan suatu pengetahuan
awal secara kritis kemudian diyakini, meragukan sesutu yang telah “ada” terlebih dahulu sebelum kemudian
menjelaskannya setelah terbukti keber”ada”annya, dan berpikir dahulu sebelum
meyakini dan atau tidak meyakini kebenarannya. Konsepsi dari teori ini
menempatkan wilayah epistemic sebelum ontal atau ontology sebagaimana yang
dapat dillustrasikan secara hirarki sebagai berikut:
Subyektifitas
dan obyetifitas kebenaran ilmu merupakan hasil dari suatu bangunan ilmu yang
memiliki ketergantungan pada kebenaran teori, metode dan cara memperolehnya.
teori ilmu yang diterapkan oleh Para filusuf kuno tergolong masih sangat
premature dimana mereka mencari unsur-unsur atau entitas-entitas yang dikandung
oleh semua benda dengan menggunakan pertimbagan-pertimbangan empiris atau
hasil-hasil pengamatan yang mendalam terhadap entitas-entitas tersebut yang
dapat mendukung penjelasan yang satu atau yang lainnya. Mereka mendasaran
jawaban mereka sedapat mungkin pada landasan-landasan epistemic dengan
mempertimbangkan jenis-jenis apa yang dapat dimengerti secara sungguh-sungguh,
sebagaimana halnya yang berdasar pada empiris dengan mempertimbangkan jenis-jenis
entitas abadi yang mungkin dapat diperoleh dari dan atau dalam pengalaman.
Secara umum
dapat dinyatakan bahwa prematurisme konsep teori ilmu pengetahuan yang
diperoleh oleh para filusuf klasik kuno didasarkan pada lima kemampuan yaitu;
(1) Pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman, (2) pengetahuan dari hasil
pengalaman tersebut diterima sebagai suatu fakta dengan sikap receptive mind,
dan jika terdapat keterangan-keterang epistemic tentang fakta-fakta tersebut,
maka keterangan-keterangan tersebut adalah mitologi (mistis, magis dan
religious), (3) kemampuan menemukan abjad dan bilangan alam yang menunjukkan
terjadinya tingkat abstraksi pemikiran, (4) kemampuan menulis, menghitung dan
menyusun kalender merupakan bentuk sintesis dari hasil abstraksi, (5) kemampuan
meramalkan peristiwa-peristiwa fisis atas dasar a priori seperti hujan, gerhana
dan sebagainya.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang ingin menemukan
pengetahuan, maka sebagai langka awal dia terlebih dahulu harus mempelajari
teori-teori pengetahuan dalam perkembangan pengetahuan. Karena itu, usaha yang
harus dia lakukan pertama kali
adalah menegaskan tujuan
pengetahuan, sebab pengetahauan tidak akan mengalami perkembangan dan perubahan
apabila tujuan dari pengetahuan tersebut tidak diketahui dan dipahami. Karena
pada prinsipnya ilmu adalah usaha untuk
menginterpretasikan gejala-gejala dengan mencoba mencari penjelasan tentang
berbagai kejadian, artinya fenomena ini baik berupa pengamatan empiric maupun
penalaran rasio memerlukan teori sebagai landasan keterpahaman sesuatu yang
dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan.
Ilmu
pengetahuan dalam pandangan para ahli mempunyai pengertian sebagai berikut :
Ralph ross
dan Ernest van Den Hagg dalam bukunya
The fabric of sosiety menulis”sience is empirical, rational, general and
cumulative and it is all four out once”
( ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang empiris, rasional, umum, dan
kumulatif, dan keempat-empatnya serempak).
Ashly
mountagu dalam bukunya The cultured man menyebutkan bahwa”science is a
systematized knowledge services service from observation, study, and
Experimentation carried on onder to determaine the nature or principles of what
being studied” (ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang
berasal dari pengalaman, studi dan
pengalaman, studi dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang
sesuatu yang sedang dipelajari).
Di samping
itu, ilmu pengetahuan mempunyai kedudukan tinggi dalam pandangan Islam,
diantaranya adalah
1.
Ilmu pengetahuan
adalah alat untuk mencari kebenaran. Dengan menggunakan kekuatan intelegensi
yang dibimbing oleh hati nurani, kebenaran-kebenaran tersebut sebagai tonggak
sejarah yang pasti dilalui oleh semua manusia dalam perjalanan untuk mencapai
kebenaran yang mutlak (Allah Swt.).
2.
Ilmu pengetahuan
sebagai persyaratan amal shaleh; Hanya seseorang yang dibimbing oleh ilmu
pengetahuan yang dapat berjalan di atas kebenaran, yang membawa kepada
kebutuhan tanpa syarat kepada Tuhan yang Mahaesa.
3.
Ilmu pengetahuan
adalah alat untuk mengelola sumber-sumber alam guna mencapai ridla Allah;Ilmu
pengetahuan merupakan instrumen untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh
Allah Swt. Yaitu mensejahterakan diri dan manusia lain guna mencapai ridho-Nya.
Kesejahteraan itu dapat diperoleh jika manusia mengelola sumber-sumber alam
dengan mengetahui hukum-hukum dan aturan-aturan yang memungkinkan manusia dapat
mengelola dan memanfaatkan bumi dengan baik.
4.
Ilmu pengetahuan
sebagai pengembangan daya pikir;Ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua visi,
yaitu sebagai produk berpikir atau sebagai kegiatan yang mengembangkan daya
pikir. Sebagai pengembang daya pikir karena ilmu pengetahuan merupakan alat
untuk memahami dan membiasakan diri untuk berpikir secara keilmuan yang dapat
mempertajam daya pikir manusia.Ilmu dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
Jadi dapat
kita ambil kesimpulan, bahwa ilmu pengetahuan adalah aktifitas intelektual yang
sistimatis untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman secara
rasional dan empiris dari berbagai segi kenyataan tentang alam semesta.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
B.
Pendekatan dan
Metode Memperoleh Ilmu Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang
pendekatan dan metode memperoleh ilmu pengetahuan, antara lain :
1.
Skeptisme, Bagi
aliran ini, tidak ada suatu cara yang sah unuk memperoleh ilmu pengetahuan,
mengingat kemampuan panca indra dan akal manusia terbatas.
2.
Aliran keraguan
(academic doubt), suatu aliran yang dalam perolehan ilmu pengetahuan berpangkal
dari keraguan sebagai jembatan perantara menuju sebuah kepastian. Proses dari
keraguan itu, dijadikan sebagai objek analisis lalu diadukan penyajian,
sehingga kebenaran dapat dibuktikan dengan dalil.
3.
Empirisme, menurut
aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos =
pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek),
yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal:
John Locke (1632 – 1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume. Cara
pencarian ilmu pengetahuan melalui panca indra karena indra tersebut yang
menjadi instrument untuk menghubungkan ke alam.
4.
Rasionalisme,
aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan
kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Cara
pencaharian ilmu pengetahuan melalui akal, karena akal dapat membedakan antara
yang baik dan buruk, yang benar dan salah. Tokohnya adalah Rene Descartes (1596
– 1650, Baruch Spinoza (1632 – 1677) dan Gottried Leibniz (1646 – 1716).
5.
Aliran yang
menggabungkan antara pendekatan empirisme dan rasionalisme, aliran ini
berkeyakinan bahwa cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan itu melalui
pengertian dan pengindraan, karena pengertian tidak dapat melihat dan indra
tidak dapat berpikir, sehingga rasio dan indra perlu di satukan.
6.
Intuisi. Dengan
intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba- tiba tanpa melalui proses
pernalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari
evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal. Pendekatan ini
membagi alam atas dua kategori, yaitu: Alam pertama, yang dapat diobserpasi dan
diekprementasikan oleh ilmu pengetahuan modern. Kedua, Alam
intuisi, yang berkaitan dengan jiwa yang tidak mungkin dituduhkan dengan
pengalaman atau analogi, alam kedua ini hanya bisa ditempuh melalui pendekatan
intuisi.
7.
Wahyu, cara ini
bersifat metafisik yang bercirikan transendental, lintas empiris dan supra-
indrawi, serta supra rasio. Yang sejenis dengan wahyu adalah ilham, hanya saja
wahyu khusus diberikan pada Nabi dan rasul. Sedangkan ilham diberikan kepada
orang muslim pada umumnya. Manusia sebagai pengemban ilmu, sadar bahwa wahyu
Tuhan merupakan pernyataan yang membawakan kebenaran yang paling dalam dan
penuh dengan kebijaksanaan. Tugas manusia dalam kaitan ilmu pengetahuan adalah
mencoba menelaah dan menafsirkan wahyu Tuhan untuk lebih memahami kebenaran
yang lebih hakiki dan kebijaksanaan yang paling mendalam. Upaya penafsiran itu
dimungkinkan mengalami perbaikan dan pengembangan berulang-ulang, karena
penafsiran bukanlah firman tuhan yang diwahyukan tapi hasil insterpretasinya
manusia dari firman tersebut.
Belajar
ilmu merupakan suatu kewajiban. Hal ini disebabkan karena ilmu itu hal yang
sangat penting. Ilmu harus dituntut karena merupakan ibadah.Ilmu merupakan
anugerah Allah yang diberikan kepada
manusia.. Ilmu yang diberikan Allah Swt itu ada dua macam. Pertama, ilmu yang
diperoleh manusia tanpa usaha. Ilmu ini sering di sebut ilmu ilmu ladunni.
Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha
manusia. Ilmu semacam ini adalah ilmu kasbi. Al-Qur’an menginformasikan tentang
ilmu kasbi ini jauh lebih banyak dari pada ayat yang berbicara tentang ilmu
ladunni. Meskipun ada jenis ilmu yang diperoleh bukan dengan cara belajar,
tetapi pada umumnya ilmu tersebut diperoleh dengan cara belajar. Dengan
demikian belajar dalam menuntut ilmu merupakan hal yang mulia karena dapat
mengangkat derajat orang tersebut.
BAB
VII
KONSEP
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT
IMAM AL-GHAZALI
A.
Biografi Imam
Al-Ghazali
Imam
Al-ghazali atau nama lengkapnya abu hamid al ghazali yang terlebih di kenal
sebagai Al-Gazel, al gahzali lahir pada 1059 M di kota Thus salah Ibukota
Khurasan (persia) pada abad kelima hijriyah (450 H/ 1058 M ) Ia adalah
sosok tokoh pemikir ulung islam yang di anugerahi gelar Hujjat al-islam (bukti
kebenaran agama islam) dan Zayn ad-Din ( perhiasan agama).
Pada
masa itu terdapat kemudahan dalam mencapai pendidikan tertinggi bahkan
orang yang berpangkat terendahpun bisa menempuh pendidikan dalam perguruan
tinggi bisa di nikmati oleh penduduk miskin dan tersedia banyak sarana
yang secara cuma- cuma di situpun tersedia.
Ayah
al ghazali adalah seorang yang wara, yang makan dengan hasil susah payahnya
sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain ia termasuk seorang yang sangatlah
pekerja keras ayah al ghazali pada waktu sengangnya bekerja sebagai peintal dan
penjual wol, terkadang di waktu senggangnya beliau mendatangi para tokoh- tokoh
fikih yang terkemuka seperti di tempat majlis dan tempat perkumpulan, dari
definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa ayah al ghazali termasuk sosok yang
pekerja keras tekun dan sabar.
Orang
tuanya gemar mempelajari ilmu tasawuf, karena orang tuanya hanya mau makan dari
hasil usaha tangannya sendiri dari merajut wol.Beliau terkenal juga sebagai
pecinta ilmu dan selalu berdo’a agar anaknya kelak menjadi seorang ulama. Amat
disayangkan umur beliau tidak cukup untuk menyaksikan keberhasilan
anaknya sesuai do’an beliau . Saat sebelum ayahnya meninggal, Al Ghazali mulai
mengenal ilmu tashawuf, Ayahnya sempat menitipkan Al Ghazali pada saudaranya
yang bernama Ahmad.
Untuk
kelanjutan pendidikannya ghazali rela meninggalkan kota kelahirannya. Yang pada
waktu itu baghdad dan nisapur adalah tepat pendudikan yang paling terkenal di
daerah timur, beruntung sekali beliau memiliki guru yang terbaik yaitu dua guru
besar islam imamul haramain yang menyemarakan kalangan sastra nishapur dan abu
ishaq shirazi yang cemerlang di cakrawala sastra baghdad di kota ini al
ghazali.
Pada
masa itu dan dalam waktu yang tidak sngkat sebagai soerangmahasiswa al ghazali
ingin mendpatkan ilmu yang mutlak benar atau bisa di sebut dengan ilmu yang
sudahpasti kebenarannya dan tidak diragukan lagi sehingga kepandaian al ghazali
tidak tertandinggi oleh kawan- kawanya al gahazali meruakan sosok mahasiswa
yang sangat pandai sambil menuntut imu ia juga sbagai pembantu gurunya pada
umur 28 tahun al ghazali terus menulis dan mengarang dan al ghazali
melakukan proses pendidikan di naisabur hingga imam al haramain wafat pada
tahun (478 H /1085 M).
pada
umur 34 tahun beliau pernah menjabat sebagai seorang rektor di universitas
baghdad nizamailah beliaumengembara mencari kebenaran selama 12 tahun lamanya
hingga mendapatkan kepuasan sufisme. Al ghazali termasuk tokoh ulama besar
dalam bidang agama.
B.
Karya Imam
Al-Ghazali
Al
ghazali adalah sosok tokoh yang banyak memiliki karya al ghazali termasuk tokoh
islam yang paling terkenal di kalangan masyarakat arab pada kala itu beliau
termasuk tokoh yang memliki nafas yang sangat panjang dalam melampaui
banyak karya- karyanya dan tak pernah kenal lelah sudah puluhan buku di
tulisnya yang meliputi berbagai lapangan ikmu seperti halnya meiputi teologi
islam (ilmu kalam) hukum islam (fikih) tasawuf, tafsir akhlak etika dan
kesopanan sebagian buku yang di jelaskan kebanyakan ai tulis dengan bahasa
opersia oleh al ghazali.
Kitab
al ghazali yang paling Besar dan sangatlah terkenal adalah:
1.
ihya ulumuddin yang bisa dia rtikan
menghidupkan ilmu-ilmu agama al ghazali mengarang buku tersebut tidak hanya
berpacu padasatu tempat beliau mengerjakan buku tersebut pada banyak temat yang
berbeda seperti di hijaz, syam, yerusalem yang berisikan paduan yang indah
antara ikmu fiqh tasawuf dan filsafat buku ynag di tulis oleh al ghazali ini
idak hanya terkenal di kalangan kaum muslimin tapi juga terkenal di kalangan
barat
2.
al- munqidz min ad dlalal( penyelamatan
dari kesalahan) buku ini beisi tentang sejrah perkembangan alam pemikirannya
yng mencerminkan tentang sikapnya tentang berbagai macam ilmu serta pembahasan
tentang jalamn menuju tuhan.
3.
tahafut al falasifah
C.
Pemikiran Filsafat Imam
Al-Ghazali
Ilmu
yang berkaitan dengan masalah mendasar dari segala hal di sebut
filsafat.Filsafat berusaha untuk membongkar realitas secara mendalam mengenai
dasar-dasar terbentuknya, hal-hal prinsip yang membuat realitas ada, dan
menjadi pandangan hidup atau pandangan seseorang dalam melihat realitas
tersebut.
pertanyaan
yang mendasar seperti Apa, Mengapa, Bagaimana menjadikan bagaimana permulaan
filsafat bisa terjadi dan terbentuk Aktivitas filsafat tidak akan terjadi
apabila tanpa adanya ada pertanyaan. Sebagai contoh timbulnya pertanyaan
tentang Apa dan Siapa Manusia, Apakah itu tuhan dan bagaimanakah wujud tuhan?
Semuanya akan dijawab oleh aktivitas filsafat.
Filsafat
berkembang menjadi pembicaraan tentang hal-hal yang abstrak dan tidak terlihat.
Hal abstrak ini biasanya seperti nilai-nilai, ide, pemikiran, dan sistem di
masyarakat perkembangan merubah realitas mengenai awal mula terbentknya
filsafat . Adanya filsafat yang berupa realitas abstrak maka mulai muncul
pemikiran-pemikiran dari filsafat yang akhirnya menjadi landasan sebuah
kehidupan di masyarakat atau menjadi cara pandang hidup seseorang.
Menurut
Dr. Dardiri, mengatakan di dalam dalam bukunya Humaniora, Filsafat, dan Logika,
disebukan bahwa cabang-cabang filsafat adalah sebagai berikut :
1.
Metafisika, tujuan filsafat dengan
membongkar hal-hal yang ada di luar objek. Misalnya berkaitan dengan fungsi,
manfaatnya, sebab munculnya,
2.
Epistemologi,tujuan filsafat dengan
bagaimana seseorang bisa menghasilkan pengetahuan cara berfikir tertentu
3.
Metodologi, tujuan Filsafat yang
berkenaan dengan cara seseorang bisa menghasilkan pengetahuan tertentu
4.
Estetika, tujuan Filsafat yang berkenaan
dengan baik buruknya suatu realitas
5.
Etika, tujuan Filsafat yang berkenaan
dengan nilai keindahan suatu perilaku
6.
Logika, Filsafat yang berkenaan dengan
valid atau tidak valid suatu pernyataan atau pemikiran yang diambil menggunakan
kesimpulan.
Berikut
penjelasan ilmuwan yang berbicara dan menyatakan teorinya tentang
filsafat pendidikan islam. Diantaranya adalah:
Pendidikan
Islam ialah pendidikan Islami, pendidikan yang mempuny karakteristik dan sifat
keislaman, yaitu pendidikan yang didirikan dan dikembangkan di atas dasar
ajaran Islam menurut Muammad As-Said.
Al
ghazali termasuk tokoh yang berpemikiran liberalis ynag cinta akan pengetahuan
berbagai macam disiplin ilmu seperti ilmu fikih, tasawuf , akhlak,logika,
fisika dan lainnya. al ghazali berketetapan hati untuk menelaah kembali
berbagai sistem filosofi dan teologi ia tidak pernah meracunkan dirinya deangan
berbagai filosofi dan etika dalam kitab ihya ulumuddin di jelaskan bahwa yang
di lakukan orang yunani seperti kegiatan sosial yunani itu sangatlah
bertolak belakang dengan realita yang ada bahwa perlakuan tersebut di lakukan
hanya untuk menguntungkan dirinya sendiri.
Ghazali
mengalihkan pada reformasi moral bangsa belia mengambil kesimpulan bahwa moral
rakyat memburuk krena adanya kemerosotan peri kehidupan dalam kalangan para
penguasa dan melemahnya akhlak para pemimpin ynag ada dan juga para ulama
menjual hati nuraninya hanya untuk harta dan tahta. Pemikiran al ghazali
banyak ynag bertumpu pada tasawufia terlibat dalam berbagai aspek kehidupan
misal diskusi ilmiah karena banyaknya kalangan penguasa yang memntingkan
dirinya sendiri akhirnya al ghazali mulai memberanikan diri untuk menyuarakan
bahwa rakyat berhak untuk mengoreksi para penguasa demi kemajuan bersama.
BAB VIII
KONSEP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT IBNU KHALDUN
A.
Biografi Ibnu Khaldun
Ibnu
khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar
pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau
adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan
cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk
mendukung kejadian-kejadian yang nyata.
Nama
lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun
al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H./27 Mei 1332 M,
wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi
Islam yang hafal Alqur'an sejak usia dini, selain itu beliau juga membahas
tentang pendidikan islam. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah
(Pendahuluan).
B.
Karya-karya Ibnu
Khaldun
Ibnu
khaldun terkenal sebagai ilmuwan besar adalah karena karyanya “Muqaddimah”.
Karya monumentalnya itu telah membuat para sarjana baik barat maupun di Timur
Tengah begitu mengaguminya.
Sebenarnya
Ibnu Khaldun sudah memulai kariernya dalam bidang tulis menulis semenjak masa
mudanya, tatkala ia masih menuntut ilmu pengetahuan dan kemudian dilanjutkan
ketika ia aktif dalam dunia politik dan pemerintahan. Adapun hasil
karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah :
1.
Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku
pertama dari kitab Al ibar, yang terdiri dari bagian muqadimah (pengantar).
Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan,
dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu
harum. Adapun Tema muqadimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.
2.
Kitab Al ‘Ibar wa diwan al mubtada wa al
khabar, fi ayyam al a’rab wa al ‘ajam wa al barbar, wa man asharuhum min dzawi
as sulthani al akbar, yang kemudian terkenal dengan kitab Al ‘Ibar.
3.
Kitab At Ta’rif Ibnu Khaldun wa
Rihlatuhu Syarqan wa Gharban atau disebut secara istilah dengan At Ta’rif, dan
oleh orang-orang barat disebut dengan otobiografi, merupakan bagian terakhir
dari kitab Al ‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu
Khaldun. Dia menulis outobiografinya secara sistematis dengan menggunakan
metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara
satu dengan yang lain.
C.
Konsep Pendidikan Islam
Menurut Ibnu Khaldun
Pandangan
Ibnu Khaldun tentang pendidikan berpijak dari statementnya yang menegaskan
bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia dicirikan oleh
akhlaknya yang berfungsi memikirkan segala sesuatu, merekayasa sesuatu, dan
bahkan meningkatkan rasa iman kepada Allah. Allah membedakan manusia karena
kesanggupannya berpikir, yang merupakan sumber dari segala kesempurnaan dan
puncak segala kemuliaan dan ketinggian di atas makhluk lain. Manusia bukan
hanya memiliki kesadaran untuk mengetahui, tetapi memahami dan
mempraktikkannya.
1.
Tujuan Pendidikan
Ibnu
Khaldun berpendapat bahwa tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat
universal. Samsul Kurniawan dan Erwin Mahrus menyebutkan tiga tujuan pendidikan
menurut Ibn Khaldun, yaitu:
a.
Tujuan peningkatan pemikiran; Ibnu
Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pen-didikan adalah memberikan
kesempatan pada akal untuk lebih giat dan melaksanakan aktivitas. Hal ini dapat
dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan.Dengan menuntut ilmu
dan ketrampilan, seseorang akan dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya. Di
samping itu, melalui potensinya, akan mendorong manusia untuk memperoleh dan
melestarikan pengetahuan. Melalui proses belajar, manusia senantiasa mencoba
meneliti pengetahuan-pengetahuan atau informasi-informasi yang diperoleh oleh
pendahulunya. Atas dasar pemikiran tersebut, tujuan pendidikan menurut Ibn
Khaldun adalah peningkatan kecerdasan manusia dan ke-mampuannya berfikir.
Dengan kemampuan tersebut, manusia akan dapat meningkatkan pengetahuanya dengan
cara memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan pada saat belajar.
b.
Tujuan peningkatan kemasyarakatan;
Menurut Ibn Khaldun, ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Semakin dinamis budaya suatu
masyarakat, semakin bermutu dan dinamis pula keterampilan masyarakat tersebut.
Untuk itu, manusia seyogyanya berusaha memperoleh ilmu dan keterampilan
sebanyak mungkin sebagai salah satu cara membantunya untuk dapat hidup dengan
baik dalam masyarakat yang dinamis dan berbudaya.
c.
Tujuan pendidikan dari segi keruhanian;
Tujuan pendidikan dari segi keruhanian adalah dengan meningkatkan keruhanian manusia dengan menjalankan praktik
ibadah, dzikir, khalwat (menyendiri), dan mengasingkan diri dari khalayak ramai
sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana yang dilakukan para sufi. Dari
penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan bukan hanya
bertujuan untuk mendapatkan ilmu pe-ngetahuan akan tetapi juga untuk
mendapatkan keahlian. Dia telah memberikan porsi yang sama antara apa yang akan
dicapai dalam urusan akhirat dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah
jalan untuk memperoleh rizki. Maka atas dasar itulah Ibn Khaldun beranggapan
bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif
dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya
pikiran dan kematangan individu. Karena kematangan berfikir adalah alat
kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.
2.
Pendidik
Ibnu
Khaldun memandang bahwa usaha mendidik yang dilakukan pendidik adalah pekerjaan
yang memerlukan keahlian. Konsenkuensi dari pandangan ini adalah bahwa untuk
menjadi seorang pendidik diperlukan kualifikasi tertentu, antara lain pendidik
harus memiliki pengetahuan tentang perkembangan kerja akal secara bertahap.
Pendidik juga dituntut untuk memiliki ilmu metodologi mengajar sesuai dengan
perkembangan akal tersebut. Seorang pendidik tidak saja memiliki ilmu yang akan
diajarkan, tetapi juga harus memiliki ilmu mengajar atau memahami cara mengajar
yang baik, agar tidak membingungkan peserta didik sehingga tujuan pendidikan
tidak terpenuhi.
Seorang
pendidik akan berhasil dalam tugasnya apabila memiliki sifat-sifat yang
mendukung profesionalismenya. Adapun sifat-sifat tersebut adalah :
a.
Pendidik hendaknya lemah lembut,
senatiasa menjauhi sifat kasar, serta menjauhi hukuman yang merusak fisik dan
psikis peserta didik, terutama terhadap anak-anak yang masih kecil. Hal ini
disebabkan, karena dapat menimbulkan kebiasaan yang buruk bagi mereka (peserta
didik); seperti pemalas, berdusta dan tidak jujur, atau berpura-pura menyatakan
apa yang tidak terdapat di dalam pikirannya. Sikap yang demikian dapat terjadi
disebabkan karena merasa takut disakiti dengan perlakuan yang kasar, terutama
jika mereka berkata yang sebenarnya.
b.
Pendidikan hendaknya menjadikan dirinya
sebagai Uswah al-Hasanah (suri teladan) bagi peserta didik. Keteladanan di sini
dipandang sebagai suatu cara yagn ampuh untuk membina akhlak dan menanamkan
prinsip-prinsip terpuji kepada jiwa peserta didik. Menurut Ibn Khaldun, peserta
didik akan memperoleh ilm pengetahuan, ide, akhlak, sifat terpuji dan
pendidikan adalakanya dengan meniru atau melakukan kontak pribadi dengan
lingkungannya, khususnya kepribadian para pendidik.
c.
Pendidik hendaknya memperhatikan kondisi
peserta didik dalam memberikan pengajaran, sehingga metode dan materi dapat
disesuaikan secara proporsional.
d.
Pendidik hendaknya mengisi waktu luang
dengan aktivitas yang berguna. Menurut Ibn Khaldun, diantara cara yang paling
baik untuk mengisi waktu senggang adalah dengan membiasakan anak membaca,
terutama membaca al-Qur’an, sejarah, syair-syair, hadis nabi, bahasa Arab, dan
retorika[16].
e.
Pendidik harus professional dan
mempunyai wawasan yang luas tentang peserta didik, terutama yang berkaitan
dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwanya, serta kesiapan untuk menerima
pelajaran. Di antara sikap terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
ialah kemampuan mengungkapkan diri dengan jelas dalam dialog dan diskusi, serta
mencoba menyampaikan kemampuan ilmiah kepada peserta didik yang dianggap
sebagai suatu keahlian dalma pelajaran.
3.
Klarifikasi Ilmu Pendidikan
Adapun
pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah
satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini, Ibnu Khaldun telah
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu
itu menjadi dua macam yaitu:
a.
Ilmu-ilmu Tradisional (Naqliyah); Ilmu
Naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini
peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama,
karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas Syariat yang diambil dari
al-Qur’an dan Hadits.[13] Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu
antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fikih, ilmu
fikih, ilmu kalam, ilmu bahasa arab, ilmu tasawwuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
b.
Ilmu-ilmu Filsafat atau
Rasional(‘Aqliyah); Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya
melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat
dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu.
Filsafat
(aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu:
a.
Ilmu Logika
b.
Ilmu Fisika
c.
Ilmu Metafisika
d.
Ilmu Matematika.
Setelah
mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan
kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam.
Empat
macam pembagian itu adalah:
Ilmu
agama (syariat) yang terdiri dari tafsir, hadits, fikih, dan ilmu kalam.
Ilmu
‘aqliyah yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika) dan ilmu ketuhanan (metafisika)
Ilmu
alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syariat), yang terdiri dari ilmu
bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu pelajaran agama.
Ilmu
alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
Menurut
Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan hanya tumbuh dalam peradaban dan kebudayaan yang
berkembang pesat. Perkembangan kebudayaan sangat bergantung pada cara berpikir
masyarakat, sedangkan perkembangan dan kemajuan pemikiran masyarakat bergantung
pada pendidikannya. Oleh karena itu, jika menginginkan kemajuan imu
pengetahuan, manusia harus mengembangkan pendidikan sebaik mungkin.
4.
Metode Pengajaran Pendidikan Islam
Ibnu
khaldun menetapkan bahwa metode mengajar, sebaiknya, harus diterapkan dalam
proses mengajarkan materi ilmu pengetahuan atau mengikutinya (Guidance
ancausile), karena dipandang pengajaran tidak akan sempurna kecuali harus
dengan metode itu. Maka seolah-olah metode dan materi merupakan satu kesatuan,
padahal ia bukanlah bagian dari materi pelajaran, yang bukti-buktinya
ditunjukkan dengan adanya kenyataan bahwa dikalangan tokoh pendidikan terdapat
metode-metode yang berbeda-beda.
Dapat dikatakan bahwa Ibnu Khaldun
sebagai pendidik yang berkemampuan mengajar berpendapat bahwa kedayagunaan
metode yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengetahuan kepada murid
bergantung pada sejauh mana kematangan persiapan guru dalam mempelajari hidup
kejiwaan anak-anak didiknya. Sehingga diketahui sejauh mana kematangan kesiapan
mereka dan bakat-bakat ilmiahnya. Maka jelaslah bahwa pendapat di atas sampai
batas-batas tertentu sesuai dengan pandangan ilmu pendidikan modern.
Berikut
ini metode pengajaran dan pendidikan yang ditawarkan Ibnu Khaldun :
a.
Metode Pentahapan dan Pengulangan
(Tadarruj Wat Tikrāri).
b.
Menggunakan Sarana Tertentu untuk Menjabarkan
Pelajaran.
c.
Widya-wisata merupakan Alat untuk
Medapatkan Pengalaman yang Langsung.
d.
Memberikan Presentasi yang Rumit Kepada
Anak yang Baru Belajar Permulaan.
e.
Harus Ada Keterkaitan Dalam Disiplin Ilmu.
f.
Tidak Mencampurkan Antara Dua Ilmu
Pengetahuan Dalam Satu Waktu.
g.
Sanksi Terhadap Murid
Merupakan Salah Satu Motivasi Dorongan Semangat Belajar (Bagi Murid yang Tidak
Disiplin).
BAB IX
KONSEP
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT
IBNU MISKAWAIH
A.
Biografi Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih, seorang Filosof Islam
ini memiliki nama lengkap Abu ‘Ali Ahmad Ibnu Muhammad IbnuYa’qub Miskawaih.
Dilahirkan di kota Ray (Iran), dekat kota Teheran pada tahun 320 H / 932 M.
Sementara wafatnya pada 9 Shafar 421 H di kota Isfahan. Ibnu Miskawaih memiliki
beberapa julukan, salah satunya yaitu, Al-Khozin (pustakawan) karena dipercaya
untuk menangani buku-buku Ibn al-Amid dan Adud ad-Daulah Ibn Bawaih. Tetapi ada
juga yang berpendapat bahwa julukan tersebut berarti “bendaharawan”, yang
diberikan kepada Ibnu Miskawaih pada masa kekuasaan ‘Ahdu al-Daulah dari bani
Buwaihi.
Ibnu Miskawaih dikenal sebagai seorang
bendaharawan, sekretaris, pustakawan, pendidik anak para pemuka dinasti
Buwaihi. Selain akrab dengan para penguasa, Ibnu Miskawaih juga dekat dengan
para ilmuwan seperti Ibnu Sina. Selain itu, Ibnu Miskawaih juga dikenal sebagai
sejarahwan yang terkenal. Selanjutnya beliau juga dikenal sebagai dokter,
penyair, dan ahli bahasa. Hal itu dibuktikan juga dengan karya – karyanya dalam
berbagai buku dan artikel yang berjumlah tidak kurang dari 40 buah.
Ibnu Miskawaih adalah seorang Filosof
muslim yang memusatkan perhatiannya pada bidang etika Islam. Selain itu semua
beliau juga mempelajari ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu bahasa, ilmu kedokteran,
ilmu fiqih, hadis, matematika, musik, ilmu militer, dan lain sebagainya.
Ibnu Miskawaih adalah seorang yang
berpengatahuan luas, yang menguasai berbagai bidang keilmuan. Selain dikenal
sebagai seorang filsuf, Ibnu Miskawaih juga dikenal sebagai seorang penulis
buku. Kedudukannya sebagai bendahara di Dinasti Buwaihi tidak membuatnya malas
untuk menulis buku, sebagai berikut adalah karya-karya beliau :
·
Bidang Metafisika : al-Fauz al-Asghar fi
Ushul al-Dinayat
·
Bidang Etika : Kitab al-Fauz al-Akbar,
Kitab Thaharah an-Nafs, Kitab Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-‘Araq, Kitab
as-Siyar (tentang tingkah laku kehidupan)
·
Bidang Politik dan Hukum : Kitab Tartib
as-Sa’adah (tentang aklak dan politik), Kitab Jawizan Khard
·
Bidang Kedokteran dan Hidangan: Kitab
al-Jami’, Kitab al-Adwiyah (tentang pengobatan sederhana), Kitab al-Asyribah
(tentang minuman)
·
Cabang Estetika dan Sastra: Kitab
al-Mustafa (berisi syair-syair pilihan), Uns al-Farid (koleksianekdot, syair,
dan peribahasa)
·
Bidang Psikologi: Maqalat fi an-Nafsi wa
al-‘Aqli
B.
Kerangka Berfikir Ibnu Miskawaih
Sebelum
kita mengkaji tentang pemikiran pendidikan Ibnu Miskawaih, perlu kiranya lebih
dahulu kita kaji tentang kerangka berfikir beliau, hal itu karena pemikiran
Ibnu Miskawaih tentang pendidikan sangat terkait dengan kerangka berfikir yang
beliau bangun. Sebagaimana diterangkan dalam biografi diatas, bahwa Ibnu
miskawaih adalah tokoh pemikir Islam yang dibesarkan dari kalangan filsafat
oleh karenannya tidak heran jika kerangka berfikir beliau juga dalam koridor
filsafat. Untuk mengetahui kerangaka berfikir filsafat beliau berikut penulis
paparkan sekilas tentang konsep-konsep beliau.
1. Konsep Manusia.
Dalam
persoalan manusia Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa manusia itu mempunyai
macam-macam daya yang secara umum ada tiga yaitu pertama, daya bernafsu
(an-Nafsu al-Bahimiyah) kedua, Daya berani (an-nafsu as-sabu’iyayat) sebagai
daya pertengahan dan yang ketiga adalah daya berfikir (an-nafsu an-nathiqhoh)
Dari pembagian itu, selanjutnya ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa an- Nafsu
al-Bahimiyah dan an-nafsu as-sabu’iyayat berasal dari unsur materi sedangkan
nafsu an-nathiqoh berasal dari ruh Tuhan.
Selain itu Ibnu Miskawaih juga
menjelaskan bahwa hubungan antara an- Nafsu al-Bahimiyah dan an-nafsu
as-sabu’iyayat dengan jasad adalah saling mempengaruhi. Kuat atau lemahnya,
sehat atau sakit sehingga dalam melaksanakan fungsinya tidak akan sempurna bila
tidak ada bendawi. Secara global dapat disimpulkan bahwa ibnu miskawaih
memandang bahwa manusia terdapat dua unsur yaitu jasad dan ruhani yang dimana
antara satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi.
2. Konsep Etika/Akhlak
Konsep
ini pelu diketahui lebih dahulu sebelum konsep pendidikannya, karena dari
konsep ahlak inilah salah satu yang mendasari konsep pendidikan ibnu Miskawaih.
Adapun konsep etikanya Ibnu Miskawaih lebih dikenal dengan konsep jalan tengah
(al-wasath) yaitu bahwa posisi yang terbaik adalah pada posisi tengah antara
dua yang ekstrem seperti contoh bahwa manusia mempunyai nafsu al-bahimiyyah,
maka posisi yang tengah-tengah adalah Iffah yaitu menjaga diri dari perbuatan
dosa dan maksiat kepada Allah. Selanjutnya posisi tengah dari jiwa
al-ghadabiyah yaitu as-sajaah atau perwira, yaitu keberanian yang
diperhitungakan dengan masak-masak untung ruginya. Sedangakan posisi tengah
dari jiwa an-nathiqoh adalah al-hikmah yaitu kebijaksanaan.
Konsep jalan tengah ini
sebenarnya kalau di fahami secara komperehensif merupakan konsep yang dinamis,
hal itu Karena relatifitas yang dimunculkan dalam konsep itu tidak sama antara
satu orang dengan yang lain. Sebagai contoh jalan tengahnya seorang siswa tidak
sama dengan jalan tengahnya seorang guru. Begitu juga jalan tengahnya seorang
buruh tidak akan sama dengan jalan tengahnya seorang juragan. Begitu
seterusnya. Dengan demikian dapatlah kita fahami bahwa konsep jalan tengah
tersebut mempunyai dampak dinamis dan fleksibel. Dinamisasi dan fleksibilitas
inilah yang membuat konsep ini akan terus berlaku sepanjang zaman.
C.
Pemikiran
Pendidikan Islam Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih adalah seorang filosof
muslim terkenal dengan teorinya tentang Filsafat al-Nafs dan Filsafat
al-Akhlak. Pemikiran Pendidikan Ibnu Miskawaih terdiri dan tidak dapat dipisahkan dari konsep tentang manusia
dan akhlak.
Menurut Ibnu Miskawaih, pendidikan
memiliki tujuan mewujudkan pribadi susila dan budi pekerti mulia. Tujuan
pendidikan akan tercapai apabila pendidik terlebih dahulu mengetahui watak
manusia, sehingga dapat mengatur strategi bagaimana cara mengatur manusia dari
watak yang berbeda-beda.
Dari karya-karya Ibnu Miskawaih tidak
ditemukan buku dengan tema langsung “pendidikan”. Tapi, ada beberapa buku yang
berkaian dengan pendidikan dan kejiwaan, akal serta etika. Salah satu buku
tersebu tadalah Tahdzib al-Akhlak wa Tathtir al-A’raq.
Menurut Ibnu Miskawaih dasar pendidikan adalah :
·
Syariat :Ibnu Miskawiah menyatakan bahwa
syariat adalah faktor penentu bagi karakter manusia yang menjadikan manusia
terbiasa melakukan hal-hal terpuji sehingga dapat memperoleh kebahagiaan.
·
Psikologi: Menurut Ibnu Miskawaih,
pendidikan dengan pengetahuan tentang jiwa memiliki hubungan yang erat. Untuk
menjadi karakter yang baik, maka harus melalui shina’ah (perekayasaan) yang
didasari pendidikan dan pengarahan yang sistematis. Dan itu semua akan tercapai
jika mengetahui tentang jiwa dahulu.
Ibnu Miskawaih lebih memusatkan perhatiannya pada filsafat
akhlak. Oleh karena itu, pemikiran pendidikannya berisi tentang moral. Ibnu
Miskawaih mengatakan tujuan pendidikan akhlak adalah terwujudnya sikap batin
yang mampu mendorong manusia untuk melakukan kebaikan secara spontan sehingga
mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan. Karena halini, Ahmad Abd Hamid as-Syai’r
menggolongkan Ibnu Miskawaih kedalam filosof yang bermadzhab as-sa’adat di
bidang akhlak.
Ibnu Miskawaih menyatakan, untuk
mewujudkan tujuan tersebut, manusia perlu mendapatkan materi didikan sebagai
jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Materi-materi tersebut yang dimaksud,
adalah sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT.
Untuk
lebih jelasnya pembahasan ini berikut dipaparkan tentang beberapa konsep
pendidikan Ibnu Miskawih sebagai berikut :
1.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan yang diinginkan oleh Ibnu Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin
yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang
bernilai baik. Sehingga tercapai kesempurnaan dan kebahagiaan sejati
(As-saadah). Konsep ini yang kemudian sebagian filosof lain menggolongkan Ibnu
Miskawaih sebagai filosof yang bermazhab assaadah. Assa’adah merupakan masalah
yang utama dan mendasar bagi manusia karena konsep ini mengandung unsur-unsur
yang menyeluruh meliputi kebahagiaan, kemakmuran, keberhasilan, succes,
kesempurnaan, kesenangan dan kecantikan (keindahan). Karena itu tujuan
pendidikan yang diharapkan oleh Ibnu Miskawaih adalah bersifat menyeluruh.
Yaitu kebahagian hidup manusia dalam arti yang seluas-luasnya.
2.
Materi
Pendidikan
Untuk
mencapai tujuan pendidikan diatas menurut Ibnu Miskawaih perlu kiranya
dirumuskan beberapa hal yang perlu dipelajari, diajarkan dan dipraktekkan.
Sesuai dengan konsep manusia yang dijelaskan oleh Ibnu Miskawaih diatas,
menurut beliau bahwa sisi kemanusian yang tiga diatas harus sama-sama mendapat
didikan agar dapat mengabdi kepada Allah SWT. Sejalan dengan uraian diatas Ibnu
Miskawaih bahwa ada hal pokok sebagai materi pendidikan yaitu pertama, hal-hal
yang wajib kebutuhan manusia. Kedua, hal-hal yang berhungan dengan jiwa manusia
dan ketiga hal- hal yang behubungan dengan sesama manusia.
Ketiga
hal tersebut menurut Ibnu Miskawaih dapat diperoleh dari ilmu-ilmu yang secara
garis besar dapat dikelompokkan mejadi dua. Pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan pemikiran atau disebut al-Ulum al Fikriyah dan kedua ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan indera yang disebut al-ulum al- hissiyah.
Dalam hal ini Ibnu Miskawaih tidak membeda-bedakan antara ilmu-ilmu agama dan
ilmu-ilmu non agama. Ibnu Miskawaih juga tidak menjelaskan secara rinci materi
pendidikan yang wajib bagi kebutuhan manusia, hal itu dikandung maksud bahwa
walaupun tidak di jelaskan menyeluruh sebenarnya orang sudah bisa memahami
kelanjutannnya.
Namun
demikian yang perlu dicatat bahwa karena tujuan yang ingin dicapai adalah
menuju kejalan Allah, maka apapun bentuk materi yang diajarkan akan senantiasa
membantu manusia untuk menuju ke arah taqorrub kepada Tuhannya. Dari uraian itu
terkesan Ibnu Miskawaih menggunakan standar filasafat sebagai barometernya
terbukti dia menjelaskan diantara ilmu-ilmu yang menjadi dasar bagi orang
mejadi filosof dan memahami dirinya yaitu dengan belajar matematika, logika dan
ilmu kealaman. Lebih jauh Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa hendaknya materi
pendidikan itu tidak hanya baik bagi siswa dan guru semata, tetapi lebih jauh
yaitu fid-dunyahasanah wa filakhiratihasanah.
3.
Pendidik
dan Anak didik
Ibnumiskawaih menjelaskan bahwa yang disebut guru /ustadz adalah yang memegang
peranan penting dalam pendidikan. Sedangkan murid adalah sasaran
kegiatan pengajaran. Kedua peserta pembelajaran ini ( baca; guru dan murid )
mendapatkan peranan yang tersendiri menurut Ibnu Miskawaih.
Hal
itu terbukti bahwa guru di tempatkan oleh Ibnu Miskawaih diatas
orang tua kandung dan dibawah Allah SWT. Namun demikian Ibnu miskawaih tidak
menempatkan guru itu secara keseluruhan tetapi guru yang benar-benar mampu
menghantarkan muridnya kepada Allah SWT. Menurutnya guru itu mempunyai syarat
sebagai berikut (1) Bisa Dipercaya. (2) Pandai. (3) dicintai. Dengan demikian menurut Ibnu miskawaih harus jelas riwayat
hidupnya dan tidak tercemar sebelumnya.
4.
Lingkungan
Pendidikan
Lingkungan
merupakan faktor yang terpenting dalam proses pendidikan, karena secara fitroh
manusia diciptakan untuk berhungan dengan yang lainnya dalam masalah ini Ibnu
Miskawaih tidak terlalu memperinci., beliau hanya menjelaskan secara global
yang meliputi tiga hal yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan Masyarakat. Ibnu
Miskawaih berpendapat dari ketiga lingkungan tersebut hendaknya diupayakan
sekondusif benar agar tercipta lingkungan yang baik. Terkait
dengan tanggung jawab lingkungan pendidikan ini Ibnu Miskawih berpendapat bahwa
pemimpin harus mengupayakan adanya lingkungan yang ada. Dan itu menjadi
tanggung jawab pemerintah.
5.
Metode
Metode
diartikan sebagi cara-cara dalam melakukan pendidikan. Oleh karena pendidikan
menurut Ibnu Miskawaih berorientasi pada Ahlak maka cara yang digunakan juga
dalam rangka menjadikan akhlak manusia menjadi mulya. Ibnu Miskawih berpendapat
bahwa akhlak bukan faktor keturunan melainkan bisa diupayakan. Sebab jika kalau akhlak adalah faktor bawaan ( keturunan maka tidak perlu adanya pendidikan).
Metode perbaikan akhlak ini dapat dimaksudkan sebagai metode mencapai akhlak
yang baik dan metode memperbaiki akhlak yang buruk.
Adapun
metode yang digunakan meliputi pertama, kemauan yang sungguh-sungguh untuk
berlatih terus-menerus dan menahan diri ( al’adat wa al-jihad) untuk
memperoleh kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa. Kedua,
dengan menjadikan semua ilmu yang dimilikinya sebagai cerminan bagi dirinya.
Dengan demikian manusia bisa sadar dirinya dan tidak larut
dalam perbuatan yang tidak-tidak. Manusia hendkanya
mengukur segala-sesuatu dari dirinya lebih dahulu sebelum menilai
orang lain sehingga bisa
mengontrol diri dan tidak sombong.
BAB X
KONSEP FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT AHMAD DAHLAN
A.
Biografi Singkat KH.
Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta
pada tahun 1868 miladiyah dengan nama Muhammad Darwis, anak dari seorang kyai
haji Abu Bakar bin kyai Sulaiman. Khatib di masjid sulthan kotaitu. Ibunya
adalah Siti Aminah binti kyai haji Ibrahim,penghulu besar di Yogyakarta.60dalam
sumber lain Muhammad Darwis dilahirkan pada tahun 1869.
Muhammad
Darwis adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara. adapun saudara Muhammad
Darwis menurut urutannya adalah . 1). Nyai Chatib Arum 2) Nyai Muhsinah 3) Nyai
H. Sholeh 4) M. Darwis (K.H Ahmad Dahlan) 5) Nyai Abdurrahman 6) Nyai H.
Muhammad Fekih (ibunya H. Ahmad badawi) dan 7) Muhammad Basir . Dalam
silsilahnya, ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim,
seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang
merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam ditanah Jawa,
demikian dijelaskan oleh Hasan Basri dalam bukunya Filsafat Pendidikan
Islam.Semenjak kecil, Dahlan di asuh dan dididik sebagai putera kiyai.
Pendidikan
dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan
kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang
dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama
besar waktu itu. Dianataranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Muhsin
(ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat
Sattokh (ilmu hadis), syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at Al-Qur’an).
KH.
Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan gagasan pembaharuan islam ke
pelosok-pelosok tanah air sambil berdagang batik. KH. Ahmad Dahlan melakukan
tabliah dan diskusi keagamaan sehingga atas desakan para muridnya pada tanggal
18 November 1912
KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Disamping aktif di
Muhammadiyah beliau juga aktif di partai politik. Seperti Budi Utomo danSarikat
Islam. Hampir seluruh hidupnya digunakan utnuk beramal demi kemajuan umat islam
dan bangsa. KH. Ahmad Dalhlan meninggal pada tanggal 7 Rajab 1340 H atau 23
Pebruari 1923 M dan dimakamkan di Karang Kadjen, Kemantren, Mergangsan,
Yogyakarta.
B. Pandangan
Ahmad Dahlan dalam Pendidikan
Pandangan
Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada kegiatan pendidikan
yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah
melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen.
Ide-ide pendidikan yang dikemukakan
Ahmad Dahlan :
1.
Membawa pembaharuan dalam bidang pembentukan lembaga
pendidikan Islam.
2.
Memasukkan pelajaran umum kepada seolah agama atau
madrasah.
3.
Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran.
4.
Mengajarkan sikap hidup yang terbuka dan toleran.
5.
Dengan organisasinya Muhammadiyah termasuk organisasi
Islam yang paling pesat dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang bervariasi.
C.
Pemikiran Pendidikan Islam Menurut K.H. Ahmad Dahlan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya
strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju
pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya
ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat, hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh Syamsul Nizar, dalam bukunya Filsafat
PendidikanIslam.Mereka hendaknya dididik agar cerdas, kritis dan memiliki daya
analisis yang tajam dalam memeta dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun
kunci untuk meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada
Al-Qur’an dan Hadist, mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara
komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.Sedikitnya ada
tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat Kyai dalam pencerahan
akal, yaitu:
1.
pengetahuan
tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan
sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap
kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci.
2.
akal
adalah kebutuhan dasar hidup manusia.
3.
ilmu
mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya
akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt.
Adapun upaya untuk
mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan Islam menurut KH.
Ahmad Dahlan ini meliputi :
1.
Tujuan pendidikan; Menurut Ahmad Dahlan
Pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi
pekerti luhur, yaitu alim dalam agama, luas pandangan, yaitu alim dalam
ilmu-ilmu umum dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat, hal ini berarti
bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang
bertaqwa baik sebagai hamba Allah maupun khalifah dimuka bumi. Untuk mencapai
tujuan ini proses pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu
pengetahuan baik umum maupun agama, untuk mempertajam daya intelektualitas dan
memperkokoh spiritualitas peserta didik.Menurut Ahmad Dahlan upaya ini akan
terealisasikan manakala proses pendidikan bersifat integral yang mampu
menghasilkan manusia yang lebih berkualitas.Untuk menciptakan peserta didik
yang demikian, maka sumber ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan landasan
metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan.
2.
Materi pendidikan; Menurut Toto Suharto,
Ahmad Dahlan memadukan antara pendidikan Agama dan pendidikan umum sedemikian
rupa, dengan tetap berpegang kepada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Selain
kitab-kitab klasik berbahasa Arab, kitab-kitab kontemporer berbahasa Arab juga
dipelajari dilembaga Muhammadyah yang dipadukan dengan pendidikan umum.
3.
Metode pembelajaran; Ada dua sistem
pendidikan yang berkembang di Indonesia, yaitu pendidikan pesantren dan
pendidikan Barat. Pandangan Ahmad Dahlan, ada problem mendasar berkaitan dengan
lembaga pendidikan di kalangan umat Islam, khususnya lembaga pendidikan
pesantren. Menurut Syamsul Nizar, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam,
menerangkan bahwaproblem tersebut berkaitan dengan proses belajar-mengajar,
kurikulum, dan materi pendidikan.
Berangkat
dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum
atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
a.
Pendidikan
moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b.
Pendidikan
individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh
yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan
dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu
sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
menanamkan kepekaan sosial kepada peserta peserta didik terhadap
persoalan-persoalan sosial yang menimpa sesama manusia tanpa membedakan suku,
ras dan agama.
4.
Pembaharuan Teknik Penyelenggaraan Pendidikan
Usaha Ahmad Dahlan untuk memperbaiki teknik
perencanann pendidikan dengan jalan modernisasi dalam sistem pendidikan yaitu
menukar sistem pondok dan pesantren dengan sistem pendidikan modern sesuai
dengan tuntutan zaman. Usaha tersebut diwujudkan dalam membaga
pendidikan yang bersifat spesifik yaitu mengadopsi sistem persekolahan
Barat, terapi dimodifikasi sedemikian rupa sehingga berjiwa Nusantara yang
mempunyai misi Islami.
Ada dua model
persekolahan, yaitu
a. Model persekolahan umum.
Sekolah pertama yang
didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan 1911 di Kauman, Yogyakarta. Sekolah ini
merupakan sekolah tingkat dasar yang berawal dari sebuah pengajian.
Sekolah ini mempunyai murid laki-laki dan perempuan sekaligus, yang diajar
denagn menggunakan papan tulis dan kapur, bangku-bangku, serta alat
peraga. Penyelenggaraan pendidikan seperti ini adalah yang pertama kali
menggabungkan antara sistem pengajaran pesantren dengan barat.
b.
Madrasah.
Selain mendirikan sekolah Ahmad Dahlan juga
mendirikan madrasah yang mengikuti model gubernamen bersifat agamis yang
disebut sebagai madrasah. Perbedaan dengan sekolah terletak pada
kurikulumnya, yaitu 60 % agama dan selebihnya nonagama. Sementara di
Muhammadiyah, dilakukan pembaruan Teknik interaksi belajar. Teknik
interaksi belajar yang di pakai adalah model pembaruan yang memadukan
sistem pendidikan Barat dengan model pesantren, yaitu pelajaran yang
diberikan kepada murid laki-laki dan perempuan bersamaan. Masyarakat menganggap
asing terhadap model belajar seper ini dan bahkan tidak jarang mereka
menyebutnya sekolah kafir.
Ada
beberapa pandangan mengenai corak kehidupan di masa modern sekarang ini.
Pertama, menurut Daniel Bell, kehidupan di masa sekarang dan mendatang akan
ditandai oleh dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan
untuk berintegrasi dalam kehidupan ekonomi, dan kecenderungan untuk berpecah
belah dalam kehidupan politik. Dua kecenderungan ini sudah menjadi kenyataan di
berbagai kawasan dunia ini.
Corak
kedua, ialah bahwa globalisasi akan mewarnai seluruh kehidupan di masa
mendatang. Salah satu arti “globalisasi” ialah bahwa masalah-masalah tertentu
seperti masalah pertumbuhan penduduk, masalah lingkungan, masalah kelaparan,
masalah narkotika, masalah HAM untuk menyebut beberapa contoh yang dipandang
sebagai persoalan-persoalan yang bersifat global dan menyangkut nasib seluruh
umat manusia. Di dalam zaman globalisasi ini, tidak ada satu negara pun yang
dapat bersembunyi dari sorotan dunia dan menutup diri terhadap
kekuatan-kekuatan global yang terdapat di seluruh dunia.
Corak
ketiga yang banyak pula dikemukakan orang ialah bahwa kemajuan sains dan
teknologi yang terus melaju dengan cepatnya ini akan merubah secara radikal
situasi dalam pasar tenaga kerja. Kemajuan teknologi menyebabkan
pekerjaan-pekerjaan tertentu tidak diperlukan lagi, dan timbullah
pekerjaan-pekerjaan baru yang menuntut kecakapan baru. Muncullah tuntutan untuk
mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru. Akibat dari situasi semacam
inilah maka “pendidikan ulang” (reeducation) atau “pelatihan ulang” (retraining)
menjadi suatu keharusan untuk mempertahankan produktifitas dan untuk mengurangi
pengangguran.
Kecenderungan
keempat yang banyak disebut-sebut oleh para ahli ialah bahwa proses
industrialisasi dalam ekonomi dunia menuju pada penggunaan teknologi tingkat
tinggi. Alat-alat produksi dengan teknologi rendah akan “dieksport” dari
negara-negara maju ke negara-negara yang ekonominya masih terbelakang.
Negara-negara maju akan memusatkan kegiatan ekonomi mereka pada usaha-usaha
yang menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi.
6.
Relevansi Pemikiran Pendidikan K.H Ahmad Dahlan di Era
Modern
Keterkaitan
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam di Era Modern ini
adalah aspek tujuan pendidikan Islam dan kurikulum pendidikan Islam, karena
pemikiran KH. Ahmad Dahlan hendak menyinergikan antara aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik. Apalagi di era Modern ini, arah pendidikan Islam itu sendiri
tidak hanya menjadikan manusia memiliki kemampuan secara kognitif, afektif, dan
psikomotorik tetapi dalam diri seseorang harus tertanam sikap dan pribadi yang
berakhlak karimah. Dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan
Islam sarat dengan ide-ide yang berkenaan dengan upaya menanamkan nilai-nilai
kepribadian, etika, dan moral dalam diri anak didik. Walaupun pemikiran
KH.Ahmad Dahlan telah ada sejak masa penjajahan, namun tak mengurangi para
generasinya untuk mengembangkan dan melanjutkan semangat pembaharuan KH. Ahmad
Dahlan. melalui perkumpulan Muhammadiyah yang didirikannya, dan
hingga makin menunjukkan eksistensi secara fungsional dan nasional.
Keterkaitan
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam di Era Modern ini
juga dapat dilihat dari cita-cita pendidikan yang digagas oleh K.H. Ahmad
Dahlan, yakni lahirmya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama
intelek” atau "intelek-ulama”, yaitu seorang Muslim yang memiliki
keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan ruhani. Dalam rangka
mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, pada saat itu K.H. Ahmad
Dahlan melakukan dua tindakan, yaitu memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah
Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan
pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan tersebut di era modern
saat ini sudah menjadi fenomena umum, yang pertama sudah diakomodir
negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam.
Namun, ide K.H. Ahmad Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu
melahirkan Muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem
pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang mesti kita eksplorasi
terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa
berubah sesuai dengan perkembangan imu pendidikan atau atau psikologi
perkembangan.
BAB XI
KONSEP
FILSAFAT PENDIDIKAN
MENURUT
KH. HASYIM ASY’ARI
A.
Biografi K.H. Hasyim
Asyari.
K.H. Hasyim Asy’ari lahir di Gedang, Jombang
Jawa Timur, hari Selasa 24 Zulqo’dah 1287 H, bertepatan dengan 14 Februari 1871
M. Ayahnya bernama Asy’ari ulama asal Demak, yang merupakan keturunan ke-8 dari
Jaka Tingkir yang menjadi Sultan Pajang di tahun 1568, dan Jaka Tingkir ini
merupakan anak Brawijaya IV yang menjadi raja Majapahit. Sedangkan ibunya
bernama Halimah, puteri kiai Usman, pendiri dan pengasuh pesantren Gedang Jawa
Timur, tempat ia dilahirkan. Sebagaimana santri pada umumnya,
K.H. Hasyim Asy’ari senang belajar di pesantren sejak masih belia. Sebelum umur
delapan tahun Kiai Usman sangat memperhatikannya. Kemudian pada tahun 1876 ia
meninggalkan kakeknya tercinta dan memulai pelajarannya yang baru di pesantren
orang tuanya sendiri di Desa Keras, tepatnya di bagian selatan Jombang.
Menginjak usia 15 tahun, K.H. Hasyim
Asy’ari berkelana ke beberapa pesantren yakni ke pesantren Wonokoyo
Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Trenggilin Madura, Pesantren
Demangan Bangkalan Madura.
Beliau belum puas
dengan berbagai ilmu yang
didapat, akhirnya pindah ke Pesantren Siwalan, Surabaya. Di pesantren ini ia
menetap selama dua tahun, dan karena kecerdasannya ia diambil menantu oleh Kiai
Ya’qub, pengasuh pesantren tersebut. Kemudian ia dikirim oleh mertuanya ke
Mekkah untuk menuntut ilmu di sana. Ia kemudian bermukim di sana selama tujuh
tahun dan tidak pernah pulang, kecuali pada tahun pertama saat puteranya yang
baru lahir meninggal yang kemudian disusul isterinya. Di tanah suci ini K.H.
Hasyim Asy’ari mencurahkan pikirannya untuk belajar berbagai disiplin ilmu,
sehingga pada tahun 1899, ia telah mampu mengajar.
Selama di Mekkah, K.H. Hasyim Asy’ari belajar di bawah bimbingan ulama
terkenal, seperti syekh Amin Al-Athor, Sayyid Sultan Ibnu K.H. Hasyim, Sayyid
Ahmad Zawawi, Syekh Mahfuzd al- Tirmasi dan Syekh Ahmad Khotib Minangkabau. Di Mekkah ini pula
K.H. Hasyim Asy’ari bersentuhan dengan faham Wahabi yang sedang
gencar-gencarnya. Dan ia tertarik dengan ide pembaharuan ini. Namun ia tidak
setuju dengan pemikiran Wahabi yang “kebablasan” dalam beberapa pembaharuanya.
Gerakan pembaharuan Islam ini gencar dilakukan oleh Muhammad Abduh.
Inti gagasan Muhammad Abduh adalah
mengajak umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni yang lepas dari
pengaruh dan praktek-praktek luar,
reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas, mengkaji dan merumuskan
kembali doktrin Islam dan mempertahankan Islam. Rumusan-rumusan Muhammad Abduh
ini dimaksudkan agar umat Islam dapat memainkankan kembali peranannya dalam bidang
sosial, politik dan pendidikan pada era modern. Untuk itu pula, Abduh
melancarkan gagasannya agar umat Islam melepaskan diri dari keterikatan pola
pikir para pendiri mazhab dan meninggalkan segala praktek-praktek thoriqoh. Dan
ide ini disambut secara antusias oleh para pelajar Indonesia yang berada di
Mekkah.
Setelah kepulangannya ke tanah air, ia
kemudian terikat aktif dalam pengajaran di pesantren kakeknya sebelum akhirnya
mendirikan pesantren di Tebuireng. Di pesantren inilah K.H. Hasyim Asy’ari
mencurahkan pikirannya sehingga karena kealimannya terutama dibidang hadist,
pesantren ini berkembang begitu cepat dan terkenal dengan pesantren hadist.
K.H. Hasyim dalam mengelola Tebuireng membawa perubahan baru. Beberapa
perubahan dan pembaharuan yang dilakukan pada masa kepemimpinan K.H. Hasyim
Asy’ari antara lain mengenal sistem madrasah. Sebelumnya sejak tahun 1899 M,
Tebuireng menggunakan sistem pengajian sorogan dan bandongan. Akan tetapi sejak
tahun 1916 M, mulai dikenalkan sistem madrasah, dan tiga tahun kemudian, yakni
pada tahun 1919 M, mulai dimasukkan mata pelajaran umum, di mana langkah ini
merupakan hasil dari rumusan Ma’shum menantu K.H. Hasyim Asy’ari.
K.H. Hasyim Asy’ari meninggal dunia pada
7 Ramadan 1366/25 juli 1947 karena tekanan darah tinggi yang diakibatkan berita
datangnya kembali Belanda untuk menyerang malang dari jendral Soedirman dan
Bung Tomo.
B.
Perjuangan K.H. Hasyim Asyari
Pada awal karir, K.H. Hasyim Asy’ari
bukanlah seorang aktivis politik juga bukan musuh utama penjajahan Belanda.
Beliau ketika itu belum peduli betul untuk menyebarkan ide-ide politik dan
umumnya tidak keberatan dengan kebijakan Belanda selama tidak membahayakan
keberlangsungan ajaran Islam. Dalam kaitan ini, beliau tidaklah seperti H.O.S.
Cokroaminoto dan Haji Agus Salim, pemimpin utama syarikat Islam, atau Ir.
Soekarno, pendiri Partai Nasional Indonesia dan kemudian menjadi presiden
pertama Indonesia, yang memfokuskan diri pada isu-isu politik dan bergerak
terbuka selama beberapa tahun untuk kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian, K.H. Hasyim Asy’ari dapat
dianggap sebagai pemimpin spiritual bagi sejumlah tokoh pilitik, dan sebagai
tokoh pendiri Nahdlatul Ulama’.
Masyarakat kolonial adalah masyarakat
yang serba eksploratif dan diskriminatif yang dilakukan penjajah melalui
dominasi politik. Faktor pendukungnya adalah Kritenisasi dan Westernisasi serta
pembiaran terhadap adat tradisional yang menguntungkan penjajah. Sistem
kolonial ini dipentaskan selama tiga setengah abad di Indonesia oleh bangsa
Barat. Perjuangan melawan kolonialisme telah dilakukan oleh bangsa Indonesia
sejak datangnya penjajah, demi kebebasan agama dan bangsanya. Pesantren dan
ulama mempunyai peran besar dalam masalah ini, bahkan pesantren adalah pelopor
perjuangan.
Sebagai seorang ulama’ yang anti
penjajah, K.H. Hasyim Asy’ari senantiasa menanamkan rasa nasionalisme dan
semangat perjuangan melawan penjajah. Juga menanamkan harga diri sebagai umat
Islam yang sederajat, bahkan lebih tinggi dari pada kaum pejajah. Ia sering
mengeluarkan fatwa-fatwa yang nonkooperatif terhadap kolonial, seperti
pengharaman transfusi darah dari umat Islam terhadap Belanda yang berperang
melawan Jepang. Ketika pada revolusi Belanda memberikan ongkos murah bagi umat
Islam untuk melakukan ibadah haji, K.H. Hasyim Asy’ari
justru mengeluarkan fatwa tentang
keharaman pergi haji dengan kapal Belanda. Akibatnya Belanda tidak bisa
mendapat tambahan dana untuk membiayai perang dan bangsa Indonesia terutama
umat Islam lebih bisa berkonsentrasi menghadapi penjajah.
Sangat jelas sekali bahwa K.H. Hasyim
Asy’ari sama sekali tidak mau bekerja sama dengan penjajah dan perlawanan-
perlawanannya, karena beliau sudah paham dan mengerti bahwa kolonial Belanda
mempunyai tujuan tersendiri untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang sekuler. Masa depan jajahan Belanda sangatlah tergantung kepada penyatuan
wilayah tersebut dengan kebudayaan Belanda. Ini berarti Belanda mempunyai keinginan untuk memberikan pendidikan Barat
kepada kaum ningrat dan priyayi di Jawa secara umum. Agar penyatuan kebudayaan
ini menjadi kenyataan, sistem pendidikan Barat harus pula diperluas agar sampai
pada masyarakat kecil pribumi. Jadi dasar pemikirannya adalah bahwa sistem
pendidikan Barat merupakan sarana yang paling baik untuk mengurangi dan
akhirnya mengalahkan Islam di wilayah jajahan Belanda, karena dalam
pertandingan antara Islam melawan daya tarik pendidikan Barat dan penyatuan
kebudayaan, Islam pasti kalah.
Dengan memperkenalkan sistem pendidikan
Barat, para lulusan sekolah tersebut merupakan contoh ideal bagi golongan
terdidik Indonesia, yang semakin menggeser kedudukan kiai sebagai kelompok
intelegensia dan pemimpin masyarakat. Akibatnya, anak-anak muda yang cerdas dan
penuh ambisi semakin tertarik kepada pendidikan Barat, sebab mereka akan
menikmati kesempatan memperoleh pekerjaan pada sektor birokrasi modern.
Dalam fase ini, peranan K.H. Hasyim
Asy’ari dan kelompoknya ternyata cukup tangguh. Sementara sekolah-sekolah
Belanda meluluskan pemimpin-pemimpin pergerakan modern untuk kemerdekaan
Indonesia, ia dengan caranya sendiri mampu mengeluarkan kiai-kiai yang kuat
kepemimpinannya, yang relatif tanggap terhadap perkembangan baru serta mampu
bekerjasama dengan pemimpin-pemimpin pergerakan nasional tersebut. Hal ini
tergambar pada sepak terjang Nahdlatul
Ulama’ organisasi yang dipimpinnya.
Dalam menghadapi tantangan baru ini,
kedudukan K.H. Hasyim Asy’ari dinilai oleh umat Islam modern sangat penting
karena pengaruhnya yang demikian kuat dalam lingkungan kaum Islam tradisional
turut menjamin kelangsungan peranan dalam pergerakan kebangsaan secara menyeluruh. Menurut zuhairi misrawi, pada
tanggal 29 Maret 1946, bertepatan dengan Muktamar XVI NU di purwokerto, para
ulama NU kembali mengobarkan api jihad terhadap penjajah. Pada resolusi kali
ini, ditegaskan agar setiap muslim yang berada pada jarak lingkaran 94
kilometer dari posisi musuh wajib melakukan jihad.
C. Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari
KH.
Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, serta
banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya, di
lingkungan pendidikan agama Islam khususnya. Dan semua yang dialami dan dirasakan
beliau selama itu menjadi pengalaman dan mempengaruhi pola pikir dan
pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan.
KH. Hasyim Asy’ari
adalah seorang penulis yang produktif dalam semua bidang keilmuan islam, namun
dari sudut epistemoliginya ada kesimpulan dari pemikirannya yaitu dia memiliki
pemikiran yang khas dan tipikal, ia selalu konsisten mengacu pada rujukan yang
memliki sumber otoritatif, yakni Al-Qur’an dan Hadith, disamping itu yang
menjadi tipikal karya karyanya adalah kecenderungannya terhadap madzhaab
Syafi’i. Di antara pemikiran beliau dalam masalah pendidikan adalah:
1.
Signifikasi Pendidikan
Beliau menyebutkan
bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar
ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk
kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam
menuntut ilmu, yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam
menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya. Kedua,
bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu,
tidak mengharapkan materi semata.
Belajar menurut
KH. Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang
mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, Karenanya
belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam,
bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.[1]
2.
Etika Seorang Guru
Terhadap Siswa
Diantara etika pendidik
terhadap peserta didik adalah sebagai berikut;
a. berniat
mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syari’at Islam;
b. guru
hendaknya memiliki keihlasan dalam mengajar;
c. mencintai
peserta didik sebagaimana mencinta dirinya sendiri;
d. memberi
kemudahan dalam mengajar dan menggunakan kata-kata yang dapat dipahami;
e. membangkitkan
semangat peseta didik dengan jalan memotivasinya;
f. memberkan
latihan-latihan yang bersifat membantu;
g. selalu
memperhatikan kemampuan anak didik;
h. tidak
menampakkan kelebihan sebagian peserta didik terhadap peserta didik yang lain;
i. mengerahkan
minat anak didik;
j. bersikap
terbuka dan lapang dada kepada peserta didik;
k. membantu memecahkan kesulitan anak didik;
l. bila
ada anak didik yang berhalangan hadar hendaknya menanyakan hal itu kepada
teman-temannya;
m. Tunjukkan
sikap arif dan tawadhu’ketika memberi bimbingan kepada peserta
didik;
n. menghormati
peserta didik dengan memanggil namanya yang baik.
3. Etika Siswa Terhadap
Guru
Menurut KH. Hasyim
Asy’ari paling tidak ada 12 etika yang perlu dilakukan, yakni:
a.
melakukan perenungan dan meminta petunjuk
kepada Allah swt dalam memilih guru;
b.
belajar sungguh-sungguh dengan menemui
pendidik secara langsung, tidak hanya melalui tulisan-tulisannya semata;
c.
mengikuti guru, terutama dalam
kecerundungan pemikiran;
d.
memuliakan guru;
e.
memperhatikan hal-hal yang menjadi hak
pendidik;
f.
bersabar terhadap kekerasan pendidik;
g.
berkunjung kepada guru pada tempatnya
atau meminta izin terlebih dahulu;
h.
menempati
posisi duduk dengan rapih dan sopan bila berhadapan dengannya; (i) berbicara
dengan halus dan lemah lembut; (j) menghafal dan memperhatikan fatwa hukum,
nasihat, kisah, dari para guru; (k) jangan sekali-kali menyela ketika guru
belum selesai menjelaskan; (l) menggunakan anggota badan yang kanan bila
menyerahkan sesuatu kepada pendidik.
4.
Etika Guru Bersama Murid
Guru
dan murid pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang berbeda, namun terkadang
seorang guru dan murid mempunyai tanggung jawab yang sama, diantara etika
tersebut adalah :
a.
berniat mendidik dan menyebarkan ilmu
pengetahuan serta menghidupkan syari’at islam;
b.
menghindari ketidak ikhlasan dan mengejar
keduniawian;
c.
hendaknya selalu melakukan instropeksi
diri;
d.
menggunakan metode yang sudah dipahami
murid;
e.
membangkitkan semangat murid dengan
memotivasinya;
f.
memberikan latihan – latihan yang
bersifat membantu;
g.
selalu memperhatikan kemapuan peserta
didik yang lain;
h.
bersikap terbuka dan lapang dada;
i.
membantu memecahkan masalah dan kesulitan
peserta didik;
j.
tunjukkan sikap yang arif dan tawadhu’
kepada peserta didik yang satu dengan yang lain
BAB XII
KONSEP
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT
NAQUIB AL-ATTAS
A. Biografi Muhammad Naquib Al-Attas
Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib
Al-Attas lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 September 1931. Jika dilihat
dari silisahnya Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, ayahnya yang bernama
Syed Ali Bin Abdullah Al-Attas berasal dari Saudi Arabia yakni dari keturunan
ulama dan ahli bidang tasawuf. Dari garis ibunya, ibunya adalah Syarifah Raguan
Al-Idrus berasal dari keturunan kerabat raja-raja pada kerajaan Sunda Sukapura,
Jawa Barat. Sehingga dari sana dapat diketahui bahwa Syed Muhammad Naquib
Al-Attas adalah keturunan darah biru yang memiliki semangat religius yang
sangat kental dan mendalam. Dengan latar belakang keluarganya yang demikian
memberikan pengaruh pada pendidikan Syed Muhmmad Naquib Al-Attas. Pendidikan
agama ia peroleh dari keluarga ibunya yang berada di Bogor, sedangkan untuk
pengetahuan bahasa, sastra dan kebudayaan Melayu didapatkan dari keluarga yang
berada di Johor.
Pada usia 5 tahun Syed Muhammad Naquib
Al-Attas diajak pindah oleh orang tuanya ke Malaysia, di Malaysia ia bersekolah
di Ngee Heng English School Johor hingga usianya sampai 10 tahun (1936-1941).
Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia Al-Attas dan keluarganya kembali ke
Jawa Barat. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Sukabumi yakni di Madrasah
Al-Urwah Al-Wutsqa pada tahun 1941-1945, sebuah lembaga pendidikan yang
menggunakan Bahasa Arab sebagai Bahasa pengantarnya.
Tahun 1945 saat perang dunia II telah
selesai, pada tahun berikutnya yakni 1946, Syed Muhammad Naquib Al-Attas
melanjutkan pendidikannya di Johor. Ia melanjutkan pendidikannya di Bukit
Zahrah School, kemudian di English College tahun 1946-1951. Pada tahun 1951
Syed Muhammad Naquib Al-Attas berhasil menyelesaikan pendidikannya, kemudian Ia
mendaftarkan pada dinas tentara sebagai perwira kadet dalam askar Malaysia-
Inggris. Berkat kepiawaiannya Syed Muhammad Naquib Al-Attas diikutkan dalam
pendidikam militer. Pendidikan yang pertama di Eaton Hall, Chester Wales,
selanjutnya Syed Muhammad Naquib Al-Attas melanjutkan di Royal Military
Academy, Sandhurst Inggris (1952-1955). Setelah tamat dari Royal Military
Academy, Al-Attas ditugaskan sebagai pegawai kantor di resimen tentara kerajaan
Malaya, Federasi Malaya. Pada tugas ini berlangsung tidak lama. Setelah
malaysia merdeka pada tahun 1957 Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas mengundurkan
diri dari dinas militer dan mengembangkan potensinya dalam bidang ilmu pengetahuan.
Dengan minat yang ia miliki tersebut Al-Attas melanjutkan pendidikan ke Universitas Malaya,
Kuala Lumpur masuk pada fakultas Kajian Ilmu-Ilmu Sosial (Sosial Sciencs Studies). Saat studi S1-nya
Syed Muhammad Naquib
Al-Attas berhasil menyelesaikan dua buku. Buku pertama
diselesaikan ialah “Rangkaian Ruba’iyat” dan buku keduanya
adalah “Some Aspects of Sufism as
Understood and Practised Among the Malaya”. Karena buku keduanya sangat
berharga sehingga pemerintahan Kanada, melalui Canada Council Fellowship,
memberinya beasiswa untuk belajar di Universitas McGill yakni di institut of
Islamic Studies pada tahun 1960-1962. Gelar Master of Art (M.A) diperolehnya
dari Universitas McGill dengan tesis yang berjudul Raniri and the Wujudiyah of 17th Century Acheh lulus dengan nilai
yang sangat memuaskan. Setahun setelah kelulusannya Syed Muhammad Naquib
Al-Attas melanjutkan pendidikannya ke Universitas London yakni di SOAS (School of Oriental and African Studies)
di kampus inilah
Syed Muhammad Naquib Al-
Attas mendapatkan gelar Doctor of Phylosophy (Ph.D) dengan predikat Cumlaude
dalam bidang Filsafat Islam dan Kesusasteraan Melayu Islam setelah berhasil
mempertahankan disertasinya yang berjudul The
Mysticism of Hamzah Fansuri.3
Setelah
menyelesaikan pendidikannya di Inggris pada tahun 1965, Syed Muhammad Naquib
Al-Attas melanjutkan pengabdian di Universitas Malaya. Di universitas Malaya inilah Syed Muhammad Naquib Al-Attas
mulai menunjukkan kehebatannya dan kecemerlangannya,
ia memperoleh jabatan sebagai kepala
jurusan Sastra pada Fakultas Kajian
Melayu. Kemudian pada tahun
1968-1970 Syed Muhammad Naquib Al-Attas mendapat jabatan di Universitas yang
sama yakni sebagai Dekan Fakultas Sastra. Karir Syed Muhammad Naquib Al-Attas
sangat maju pada tahun 1970 menjadi salah satu pendiri senior pada salah satu Universitas
terbaik di Malaysia yakni Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Delapan tahun berselang
yakni tepatnya pada tahun 1978 Syed Muhammad Naquib Al-Attas menjadi pendiri
sekaligus rektor International Institute
of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Malaysia.
Pada acara konferensi pendidikan islam yang diselenggarakan di Mekkah tahun 1977, Syed Muhammad Naquib Al-Attas menjadi
pembicara sebagai peserta
yang aktif. Syed Muhammad
Naquib Al-Attas yang mengemukakan bahwa persoalan yang paling penting dan
mendesak pada umat islam yakni masalah ilmu pengetahuan. Gagasan tersebut ia
tulis pada surat yang disampaikan Sekretariat Islam tahun 1973, di Jeddah.5
Dato Seri Anwar Ibrahim pada tahun
1993 menunjuk Syed Muhammad Naquib Al-Attas sebagai pemegang pertama Abu Hamid Al-Ghazali Chair of Islamic
Thought ( Kursi Kehormatan Abu Hamid al-Ghazali dalam studi Pemikiran
Islam) di ISTAC.
B. Konsep
Tujuan Pendidikan Islam
Al-Attas beranggapan bahwa
tujuan dari pendidikan islam ialah menanamkan kebajikan dalam “diri manusia”
sebagai manusia serta sebagai individu. Tujuan akhirnya adalah untuk
menghasilkan manusia yang baik dari aspek kehidupan material sekaligus
spiritualnya, yang menitik beratkan pada pembentukan aspek pribadi individu
serta mengharapkan pembentukan masyarakat ideal. Masyarakat yang baik atau ideal ini sesungguhnya terbentuk dari kepribadian
masing-masing individu yang baik, karena pada hakikatnya masyarakat merupakan
kumpulan dari individu-individu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Al-Attas menghendaki pendidikan islam untuk mampu
mencetak manusia yang baik secara universal (insan kamil), yang orientasinya
pada dua dimensi sekaligus yaitu, sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah
dibumi.
Dengan harapan yang tinggi yakni
menginginkan pendidikan dapat mencetak manusia paripurna (insan kamil) yang
bercirikan universalitas dalam wawasan serta ilmu pengetahuan yang bercermin
kepada ketauladanan Nabi Muhammad SAW. Untuk mencapai tujuan tersebut,
menurutnya pendidikan islam harus mengacu kepada aspek afektif
(moral-transendental), sekaligus aspek kognitif (sensual logis) serta
psikomSesuai dengan tujuan dan konsep pendidikan islam yang dideskripsikan
Al-Attas, maka sistem pendidikan islam haruslah mengandung unsur adab (etika)
serta ilmu pengetahuan, sebab inti dari pendidikan ialah membentuk watak serta
akhlak mulia yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
diri sendiri sekaligus seluruh umat. Sistem pendidikan yang diformalisasikannya ialah dengan mengintegrasikan ilmu, yakni islam menghadirkan serta mengajarkan dalam proses pendidikan tidak hanya ilmu-ilmu agama, akan tetapi
juga ilmu-ilmu rasional, intelek dan filosofis. Langkah integrasi ini dengan
cara ilmu pengetahuan dan teknologi terlebih dahuludilandasi dengan
pertimbangan nilai-nilai serta
ajaran agama. Sebab pendidikan islam masih mengalami
keterjajahan oleh konsepsi pendidikan Barat. Adanya dikotomi ilmu, sehingga
tidak adanya integrasi ilmu yang seharusnya diwujudkan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan yang berwawasan dan bernuansa islami.
C. Relevansi Konsep Pendidikan Muhammad Naquib Al-Attas
dengan Sisdiknas
Konsep pendidikan menurut Muhmmad
Naquib Al-Attas merupakan suatu proses penanaman sesuatu dalam diri manusia
dengan cara bertahap sehingga membimbingnya ke arah pengenalan terhadap Allah
Swt Sang Maha Pencipta. Pengakuan tanpa adanya pengenalan adalah sebuah
kesiasiaan. Dengan kata lain harus ada kesesuaian antar ilmu dan amal karena
dari keduanya harus berjalan beriringan. Menurut Al-Attas, subjek didik
harusnya mengetahui tentang dirinya sendiri. Pemahaman subjek didik akan
dirinya sendiri juga akan membuat subjek didik memahami dari mana ia berasal,
dimana dia berada dan akan kemana ia kelak. Sehingga dapat memahami tentang
dirinya sendiri, dapat memahami lingkungan dan dengan pemahaman itulah ia dapat
memahami Tuhannya. Dan konsekuensi logisnya ia akan sempurna menjadi khalifah
di bumi yang tujuan akhirnya adalah menjadi manusia yang terbaik atau dalam
istilah Al-Attas adalah Insan Kamil.11 Pemikiran Al-Attas tersebut sesuai
dengan arah tujuan pendidikan di Indonesia yang dimuat dalam UU No. 20 Tahun
2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional
adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Dalam hal kurikulum pendidikan,
Al-Attas merumuskan bahwa pendidikan yang hendaknya pendidikan itu harus
terpadu dan terintegrasi. Sehingga pendidikan sebaiknya tidak hanya mengajarkan
tentang pendidikan agama namun juga mengajak ilmu-ilmu pengetahuan rasional,
intelektual dan filsafat. Lebih rinci Al-Attas membagi ilmu kedalam dua jenis
yakni ilmu Fardu Kifayah dan bersifat Fardu ‘ain. Ilmu Fardu ‘ain adalah ilmu
yang bersumber dari Allah Swt sedangkan ilmu yang bersifat Fardu Kifayah adalah
ilmu-ilmu yang didapat dari usaha manusia yang meliputi ilmu intelektual,
rasional dan filsafat. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pembagian ilmu
oleh A-Attas tersebut bukan berarti mendikotomi ilmu,
namun hanya menginformasikan bahwa ilmu sumbernya ada dua
macam tersebut. Kemudian selain itu, menjadikan keduanya kesatuan yang dinamis
untuk membebaskan manusia dan menumbuhkan potensi manusia. Kebebasan dalam
akademik yang dimaksud bukan kebebasan tanpa batas, akan tetapi kebebasan
akademik dimaknai sebagai dasar pencapaian dan penyebarluasan adab
setinggi-tingginya sesuai kemampuan.
Sedangkan dalam sistem pendidikan yang
ada di Indonesia menetapkan adanya dikotomi ilmu pengetahuan, yang terdiri dari
ilmu agama, ilmu-ilmu umum yang meliputi ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu
lainnya. Dikotomi tersebut jelas terlihat pada praktek dua model lembaga
pendidikan yang ada di Indonesia. Model pertama ialah model sekolah-sekolah
umum seperti SD, SMP, SMA/SMU. Sedangkan model yang kedua yaitu model
sekolah-sekolah dengan ciri khas agama seperti MI, MTs, dan MA.
Tentu dari keduanya terlihat proporsi
ilmu agama yang diajarkan lebih banyak pada sekolah agama dibandingkan
sekolah-sekolah umum. Sehingga kesannya sekolah agama berfokus pada ilmu agama
dibandingkan sekolah-sekolah umum. Sehingga kesannya sekolah agama berfokus
pada ilmu agama dan ilmu tertinggal. Tentunya hal ini bertolak belakang dari
tujuan pendidikan yang dicita-citakan Indonesia yakni menginginkan terlahirnya
insan kamil.
Akan tetapi seiring perkembangannya,
lembaga pendidikan di Indonesia mulai menerapkan integrasi keilmuan, misalnya
muncul lembaga pendidikan terpadu yang menerapkan pembelajaran integrasi atau
terpadu. Yang didalamnya tidak memisahkan antara ilmu Fardhu ‘ain dengan ilmu
Fardhu Kifayah yang keduanya diharapkan mampu membentuk insan paripurna atau
Insan Kamil sekaligus sebagai khalifah di muka bumi ini.
Dan sesuai pada apa yang tertuang
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No 19 Tahun 2005 tentang
SNP mengamanatkan bahwa kurikulum pada jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan serta disusun sendiri oleh masing-masing satuan pendidikan, yakni
dengan mengembangkan kurikulum yang disesuaikan dengan karakteristik serta
kebutuhan dan potensi siswa, masyarakat dan lingkungannya.16 Lembaga pendidikan
di Indonesia pun mulai merombak sistem pendidikannya yakni kurikulum, dengan
integrasi keilmuan yang diharapkan mampu mengembangkan segala potensi dan mampu
menghadapiperkembangan zaman yang tujuannya untuk menuju insan kamil tersebut,
sesuai dengan pemikiran Al-Attas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman, Ibnu
Khaldun, Mukaddimah Ibnu Khaldun,(ALMisr,Maktabah Taufiqiyyah) Asy-Syarafa, Ismail, Ensiklopedi Filsafat,
terjemah Shofiyullah Mukhlas, ( Jakarta Timur, Khilafa, 2002)
Arifin,Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 2000)
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendididikan Agama Islam
(Jakarta: Ciputat Press, 2002)
Asy’ari, M. Hasyim. 2003. Menjadi Orang Pintar dan Benar (Adab al-Alim
wa al-Muta’alim).Yogyakarta: CV. Qalam.
Barmawi, Ahmad, 118 Tokoh Muslim Genius Dunia, (Jakarta: Restu Agung,
2006)
Darajat zakiah, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011
Fazlur Rahman, Tema- Tema Pokok Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Pelajar,
1998)
Hasan, Muhammad Thalhah. 2006. DinamikaPemikirantentang Pendidikan
Islam.Jakarta :LantaboraPersa
Header nashir, 1997. Agama dan Krisis Kemiskinan Modern. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Hidayatullah syarif, , Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta:
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, 1981
Ibnu, Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak. Beirut, Darul Kutub T.T
Imanatun, Edukasi Pemikiran Ibnu Khaldun, Perspektif Filsafat Pendidikan
Islam, 2013.
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka firdaus, 2003
Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam
Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1994), cet. Ke-2
Khuluq, Lathiful. 2008.Fajar Kebangunan Ulama-Biografi KH. Hasyim
Asy’ari.Jogjakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara.
Kurniawan, Syamsul. Mahrus, Erwin. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam. Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2011.
Lathiful Khuluq, 2000. Fajar Kebangunan Ulama. Biografi K.H. K.H. Hasyim
Asy’ari, Yogyakarta:LKis
M. Syafi’i Ma’arif, Membumikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995)
Minarti sri, ilmu pendidikan islam fakta, teoritis-praktis dan
aplikasi-normatif ( Jakarta : amza, 2013)
Miskawaih, Ibn. 1998. Tahdzib Al-Akhlaq, diterj. Helmi Hidayat (Menuju
Kesempurnaan Akhlak :Buku Daras Pertama tentang Filsafat Etika). Bandung :Mizan
Muslim Az, Nor. 2003. Himmah Vol. IV No. 9 :Pemikiran Pendidikan Ibnu
Misakwaih dan al-Qabisi, Relevan sinyadengan Pendidikan Kontemporer.
Muhammad Soeja, Cerita Tentang Kyai Haji Ahmad Dahlan, (Jakarta; Rhineka
cipta. 1993)
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung Remaja Rosdakarya, 2004)
Naquib al-Attas, Muhammad, (1994), Konsep Pendidikan Dalam Islam,
Terjemahan Haidar Baqier. Bandung: Mizan
Rizal,Samsul.2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta. Ciputat Pers.
Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)
Suwendi. 2005. Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari.Jakarta: LeKDis.
Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat Pers.. 2002)
Suwendi, 2004, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, cet. ke-1
Tamim, Hasan, Al-Muqoddimah DalamT ahdzib Al-Ahlaq Wa Tathhir Al-A’raq,
Beirut: Mansyuratdar al Maktabah T.T
Zamakhsyari Dhofir, 2011, Tradisi Pesantren : studi pandangan hidup kyai
dan visinya mengenai masa depan indonesi, Jakarta: LP3ES. cet. ke-9
Zuhairi Misrawi, 2010. Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asya’ri; Moderasi,
Keumatan, dan Kebangsaan, Jakarta:
Kompas Media Nusantara
RIWAYAT HIDUP
Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, MA
lahir di Jakarta, 28 Maret 1978 dari ayah Dr. KH. Manarul Hidayat, M.Pd dan ibu
Dra. Hj. Mahyanah, MH.
Menempuh pendidikan S1 di Universitas
Yarmouk Jordania, S2 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan S3 bidang
pendidikan Islam di Universitas Ibnu Khaldun Bogor dan sebagai wisudawan
terbaik pada wisuda yang ke-55 tahun 2012/2013.
Pernah menjadi santri dibeberapa
pesantren diantaranya Pesantren Darul Ulum Jombang Jawa Timur, Pesantren
al-Ihya Bogor Jawa Barat dan Ribath al-Jufri Madinah Munawwarah Saudi Arabia.
Pengalaman kerja pernah menjadi kepala
sekolah TK Azhari, SD Azhari Islamic School Cilandak, SMP Al-Manar Azhari
Depok, Kepada Madrasah Diniyah Al-Manar Azhari, Pegawai MTSN 19 Pondok Labu,
Guru MTs Nurul Hidayah dan Pelaksana pada PD-Pontren Kementrian Agama Kota
Jakarta Selatan.
Saat ini bekerja sebagai Dosen Ilmu
Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dpk
pada Program Pascasarjana STAI Al-Hikmah Jakarta. Disamping itu, aktif sebagai
Direktur Azhari Islamic School Cilandak, Ketua jurusan Tarbiyah STAI AL-Hikmah
Jakarta, Ketua Pengurus Yayasan Hidayat Mahya Islami Jakarta, Ketua Pengurus
Yayasan Nur Syafeka Hanum, Anggota Pengurus Yayasan al-Manar Azhari Depok,
Pengurus Forum Komunikasi Pondok Pesantren Kota Depok dan wakil sekertaris
Forum Doktor Islam Indonesia.
Penulis menikah dengan Hj. Siti
Rafiqoh Rachman, M.Ag dan dikarunai 4 anak yaitu: Aisha Tara Athira, Farouk
Tara Aldora, Elzeina Tara Rahmanar dan Hisyam Tara Hira. Penulis bisa dihubungi
melalui email : abdillah2803@gmail.com.
Beberapa buku yang sudah diterbitkan
antara lain: Metode Pengajaran Karakter (Rajawali Pers, 2014), Guru Berkarakter
Nabawi (Pena Utama, 2016), Khutbah Pendidikan (CV. Patju Kreasi, 2018),
Pemikiran Ahli Ra'y Terhadap Hukum Islam (CV. Patju Kreasi, 2018), Manajemen Konflik Keluarga Menurut Al-Qur'an
(CV. Patju Kreasi, 2018), Fitrah Manusia Menurut Al-Qur'an (CV. Patju Kreasi,
2018), Pemahaman Keagamaan Guru Pendidikan Agama Islam di DKI Jakarta (CV.
Patju Kreasi, 2018), Ilmu Pendidikan Islam (Rajawali Pers, 2020), Pengantar Ilmu Pendidikan (CV. Patju Kreasi, 2021), Studi Islam (CV. Patju Kreasi, 2021).
Beberapa tulisan di Jurnal antara
lain: Metode Pengajaran Karakter Yang
Digunakan Rasulullah SAW Kepada Para Sahabat Dalam Kitab Shahih Muslim (Hikmah
Journal of Islamic Studies, 2017), Transformasi Pondok Pesantren dalam
Menanggulangi Radikalisme Agama Pada Pondok Pesantren Daerah Penyangga Ibu Kota
Jakarta (Hikmah Journal, 2018), Dampak Pemikiran Ahli Ra'y Terhadap Hukum Islam
Kontemporer (Hikmah Journal of Islamic Studies, 2018), Teaching Methods in
Pesantren to Tackle Religious Radicalism (Jurnal Pendidikan Islam, 2019), The Relationship of Self Efficacy towards
Improving Quality of Santri Organization in Daar El-Qolam (Ta'dib: Journal of
Islamic Education, 2019), Teaching Methods Of Character Used To The Companions
Of Prophet Muhammad In Saheeh Muslim (Kordinat| Jurnal Komunikasi Antar
Perguruan Tinggi, 2019), Character
Building Through Reinforcement of Islamic Learning (TARBIYA Journal,
2019), Kompetensi Pendidikan Agama dalam
Surat Al-'Alaq Perspektif Tafsir Al-Misbah Karya Muhammad Quraish Shibah
(Hikmah Journal of Islamic Studies, 2020), Pengaruh Strategi Pembelajaran
Active Knowledge Sharing Terhadap Motivasi Belajar Mata Kuliah Masa'ilul
Fiqhiyah Mahasiswa STAI Alhikmah Jakarta (Hikmah Journal of Islamic Studies,
2020), Motivasi Mahasiswa Melanjutkan Pendidikan Ke STAI Alhikmah Jakarta
(Hikmah Journal of Islamic Studies, 2021).
Penulis pernah mendapatkan
penghargaan, kursus atau diklat antara lain: Diklat Pra Jabatan PNS (2003),
Pelatihan Strategi dan Metodologi Pembelajaran Pada Pondok Pesantren (2003),
Workshop Manajemen Mutu dan Metodologi Pengajaran (2004), Orientasi Pembimbing
Calon Haji (2004), Seminar Pemberdayaan Pesantren untuk Transformasi Masyarakat
(2005), Workshop, Sarasehan dan Pembinaan Tenaga Administrasi Pondok Pesantren
(2005), In House Training di SMP Al-Manar (2006), Diklat Amtsilati (2006),
Lokakarya Nasional Tentang Manasik dan Manajemen Haji (2006), In House Training
Pumping Teacher Menjadi Guru Kaya dengan Memompa Potensi Diri dan Melejitkan
Dunia Pendidikan (2006), Lokakarya Implementasi UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen (2006), Orientasi Guru Mata Pelajaran Agama Islam Pada MTs
Provinsi DKI Jakarta (2007), Workshop Pengintegrasian Perspektif Gender dalam
Kurikulum Pengajaran Kitab Kuning di Pesantren (2007), Training Metode
Menghafal Al-Qur’an Juz 30 dan Asmaul Husna (2007), Menumbuhkan Bakat, Minat
dan Talenta Anak di Usia Dini (2008), Seminar Boarding School : Solusi
Pendidikan untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan (2008), ESQ Leadership Training
(2008), Sertifikat Pembimbing Haji dari Lembaga Dakwah (2009), Life Skill A
Short Course Pelatihan Komputer Design Grafis (2009), Workshop Pemberdayaan
Pengelolaan Bimbingan Ibadah Haji Tingkat Provinsi Jawa Barat (2009), Diklat
Metodologi Qiraati (2010), International Seminar On Islamic Education,
Islamization of Hinger Education: Models and Experiences in Muslim Word (2011),
Diklat Sertifikasi Guru dalam Jabatan (2012), Micro Teaching & Orientasi
Pengenalan Pendalaman dan Penerapan Metodologi Pembelajaran Program Baca
Al-Qur’an (2012), Short Course Penelitian Metode Kuantitatif (2013),
Implementasi Penilaian Kinerja Guru Kementrian Agama Jakarta Selatan (2014),
Mengefektifkan Pendidikan Akhlak Mulia (2014), Penyusunan Silabus, Satuan Acara
Perkuliahan, dan Materi Bahan Ajar Berbasis Integrasi Ilmu Agama dan Sains
(2014), Evaluasi Kurikulum PAI Fakultas Tarbiyah UIN/STAIN (2014), Seminar
Hasil Penelitian Kurikulum Prodi PAI Relevansi Kurikulum Prodi PAI dengan
Kebutuhan Tugas Guru Mengajar di Sekolah dan Madrasah (2014), Diklat
Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Kementrian Agama Republik Indonesia (2015),
Pelatihan Manajemen Masjid (2015), Radikalisme Agama dalam Perspektif Global
dan Nasional (2015), Dewan Juri Pekan Olah Raga Seni Santri DKI Jakarta (2016),
Workshop Penyusunan Silabus Mata Kuliah Responsif Gender (2016), Dewan Juri
Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Jakarta Selatan (2017), Sertifikat Dosen
Profesional (2018), Pelatihan Menulis untuk Dakwah (2018), International Forum
on Islam, Education and Global Peace (2019), Pelatihan Pembuatan E-Module dan
Video Pembelajaran (2019), Workshop RUU Pesantren (2019), Juri Pekan Olah Raga
dan Seni Tingkat Kota Jakarta Selatan (2019), Sosialisasi dan Pemaparan
Kurikulum al-Azhar al-Syarif Mesir (2019).
Komentar
Posting Komentar