Filsafat Pendidikan

 FILSAFAT PENDIDIKAN

DR. H. TAUFIK ABDILLAH SYUKUR, LC., MA

 

Rincian Materi Perkuliahan Tiap Pertemuan

      Pertemuan 1    : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam

      Pertemuan 2    : Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

      Pertemuan 3    : Tujuan, Fungsi, Metode dan Hubungan antara Filsafat, Teori  & Praktek Pendidikan

      Pertemuan 4    : Hakikat Manusia dan Masyarakat

      Pertemuan 5    : Hakikat Alam dan Ilmu Pengetahuan

      Pertemuan 6    : Konsep Filsafat Pendidikan Islam Menurut Imam Al-Ghazali

      Pertemuan 7    : Konsep Filsafat Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun

      Pertemuan 8    : Konsep Filsafat Pendidikan Islam Menurut Ibnu Miskawaih

      Pertemuan 9    : Konsep Filsafat Pendidikan Islam Menurut Ahmad Dahlan

      Pertemuan 10  : Konsep Filsafat Pendidikan Islam Menurut Hasyim Asyari

      Pertemuan 11  : Konsep Filsafat Pendidikan Islam Menurut Hamka

      Pertemuan 12  : Konsep Filsafat Pendidikan Islam Menurut Naquib al-Attas

 

 

Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Memahami filsafat dapat dilakukan dengan pendekatan etimologis dan pendekatan terminologis. Secara bahasa filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo dan Sophia , philo berarti cinta dan Sophia berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Secara istilah filsafat adalah berpikir secara radikal, sistemais dan universal tentang segala sesuatu.

Berfilsafat adalah berpikir, tidak semua berpikir itu berfilsafat. Berpikir yang berfilsafat adalah berpikir yang sistematis, radikal dan universal tentang segala sesuatu.

Radikal artinya mendalam. Sistematis artinya menggunakan logika sebagai hukum berpikir dan universal artinya hasil pemikirannya menyeluruh, juga yang dipikirkannya segala-sesuatu.

Segala sesuatu adalah objek penelaahan filsafat. Segala sesuatu itu mencakup kajian manusia tentang alam yang melahirkan filsafat alam, kajian tentang manusia yang melahirkan filsafat manusia dan kajian tentang Tuhan yang melahirkan filsafat ketuhanan.

Filsafat pendidikan adalah berfikir secara sistematis radikal dan universal tentang permasalahan-permasalahan pokok pendidikan. Permasalahan-permasalahan pokok pendidikan itu yaitu tentang hakikat pendidikan, hakikat pendidik, hakikat kurikulum, hakikat metode, hakikat evaluasi.

Dengan kata lain permasalahan pokok pendidikan itu yaitu apa hakikat pendidikan itu ?, bagaimana cara mendidik itu ?, dan siapa yang mendidik dan dididik itu ?.

 

Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Ruang lingkupnya adalah pembahasan yang radikal tentang masalah prinsip atau yang mendasar dari pendidikan Islam yaitu tentang hakikat pendidikan, hakikat manusia, hakikat pendidik, hakikat peserta didik, hakikat kurikulum, hakikat metode, evaluasi

 

Tujuan, Fungsi, dan Hubungan Filsafat, Teori dan Praktek Pendidikan Islam

Filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang pendidikan sampai ke akar-akarnya.

Filsafat pendidikan pada dasarnya menjawab tiga permasalahan pokok pendidikan yaitu :

1. Apakah pendidikan itu?

2. Apa tujuan yang hendak ia capai?

3. Bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan tujuan tersebut?

Filsafat pendidikan memiliki tujuan yang akan secara umum mengarahkan teori

pendidikan.Tujuan filsafat pendidikan Islam adalah inspirasional, analitikal, preskriptif, dan investigatif terhadap pendidikan Islam.

Tujuan inspirasional pendidikan adalah tujuan filsafat pendidikan dalam memberikan ide dan gagasan bagi pengembangan pendidikan.

Tujuan analitikal adalah tujuan filsafat pendidikan menganalisa permasalahan pendidikan.

Tujuan preskriptif adalah tujuan filsafat pendidikan dalam memberikan arah bagi pendidikan.

Tujuan investigatif merupakan tujuan filsafat pendidikan dalam memeriksa kebijakan pendidikan.

Fungsi filsafat pendidikan Islam adalah merumuskan formulasi pengembangan konsep-konsep filosofis pendidikan Islam.

Antara filsafat, teori ,dan praktek pendidikan memiliki hubungan yang erat, tetapi juga memiliki perbedaan. Hal ini disebabkan karena masing-masing memiliki objek, metode, dan sistematika yang berbeda

 

tujuan filsafat Pendidikan

      1. Menginspirasikan;

      2. Menganalisis;

      3. Mengpreskriptifkan;

      4. Mengivestigasi.

 

Diantara permasalahan pendidikan mendalam yang membutuhkan filsafat pendidikan antara lain:

1. Masalah kependidikan pertama dan mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan itu. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia. Apa pula hakikat manusia itu;

2. Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia;

3. Apakah sebenarnya tujuan manusia itu. Apakah pendidikan itu untuk individu, atau untuk kepentingan masyarakat. Apakah pendidikan itu dipusatkan untuk membina kepribadian manusia ataukah untuk pembinaan masyarakat;

4. Siapakah hakikatnya yang bertanggungjwawab terhadap pendidikan itu. Sampai dimana tanggung jawab itu;

5. Apakah hakikat pribadi manusia itu. Manakah yang lebih utama untuk di didik: akal, kemauan atau perasaannya;

6. Apakah hakikat masyarakat itu, bagaimana kedudukan individu dalam masyarakat;

7. Apakah isi pendidikan yang relevan dengan pendidikan yang ideal, apakah kurikulum yang mengutamakan pembinaan kepribadian dan sekaligus kecakapan untuk memangku suatu jabatan dalam masyarakat; 8. Bagaimana metode pendidikan yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal (Prasetya, 2002:13-14).

 

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT PENDIDIKAN

      Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat merupakan ide-ide dan idealisme, dan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, bahkan membina kepribadian manusia.

      Menurut Ali Saifullah, antar filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan terdapat hubungan yang suplementer: filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi mengarahkan pusat perhatian dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi tugas normatif ilmiah, yaitu:

      1.    Kegiatan merumuskan dasar-dasar, tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi pendidikan.

      2.    Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyaraka

 

 

 

      تفكر ساعة خير من عبادة سنة

      Allah semakin di jelaskan maka semakin tidak jelas dan itu semakin benar berbeda dengan makhluk seperti manusia, semakin di jelaskan ciri cirinya maka semakin jelas

      تفكروا في خلق الله و لا تتفكروا في الله فإنكم لن تقدروا قدره

      Tafakur bukan hanya mendapat pahala tapi juga di ampuni dosanya oleh Allah swt

      وقال الحسن : من لم يكن كلامه حكمة فهو لغو ، ومن لم يكن سكوته تفكراً فهو سهو ، ومن لم یکن نظره اعتباراً فهو لهو ،

      وعن أبي سعيد الخدري قال قال رسول اللہ ﷺ : « أعطوا أعينكم حظها من العبادة » ، فقالوا : يا رسول الله وما حظها من العبادة ؟ قال : « النظر في المصحف والتفكر فيه والاعتبار عند عجائبه »

      Sebelum tidur zikir maka selama tidur ia di anggap sedang berzikir, misalnya zikir lailahaillah atau sholawat

      Berkata ghozali kalau hidup 60 tahun, 20 tahun tidur, 20 tahun usaha, tijaroh,  15 tahun kosong, 5 tahun ibadah dan berharap surga maka ini namanya berangan angan kecuali mayoritas umurnya untuk ibadah

      Itibar menghasilkan ilmuDzikir menambah cintaTafakur menambah takutHatim bin ashom berkata

      Dalil bahwa Allah ada dg adanya alam

      Rumput tidak akan tumbuh sendiri > fikir

      Nabi nabi mengatakan Allah pencipta alam atau rumput > naql

      Allah satu Fikir > jika ada dua hancur bumi karena ada dua keinginanNaql > nabi mengatakan Allah satu

      Kenapa kita melakukan dosa? Karena kita tidak tafakur sebelumnya. Begitu juga kenapa kita malas dalam taat, karena kita tidak tafakur sebelumnya

      Contohnya durhaka kepada kedua orang tua

      ثلاثة لا يقبل الله منه صرفا ولا عدلا =عاق .....

      Cinta dunia membuat kita sengsara. Contoh cinta kepada anak yang bisa meninggalkan kita.

      Cinta dunia ujungnya adalah membuat sedih

      Uang 100 ribu digunakan di tempat kita musim sementara atau akhirat

      Allah mengenalkan dengan nama dan sifat sifatnya

      Marifat kepada Allah ada 3= dzat Allah, sifat Allah, af'al Allah

      Barangsiapa yang akhir tafakkurnya mengucap subhanallah maka ia akan mendapatkan pahala besar.

      Kalimat subhanallah keluar setelah tafakur

      Setelah itu 'alhamdulillah' memuji Allah.  setelah itu la ilaha illa Allah....dan allahuakbar

      Tafakur karena ibadah maka harus di istiqomahkan

      Bada subuh sampai isyroq1. Doa2. Dzikir3. Qiroah quran4. Tafakur

      Tafakur itu tujuannya1. Merasakan keagungan Allah2. Merasakan diri kita lemah dan banyak salah3. Membuat kita takut kepada Allah dalam menghadapi hari akhirat

      Semakin Taajub kita terhadap ciptaan Allah maka semakin besar pahalanya

      لا إله إلا الله  artinya لا فاعل إلا الله

      من اطاع الله فقد ذكره الله

      Setiap ucapan yang mengandung taat dan pahala maka itu termasuk zikir seperti dakwah, mengajar dan lain sebaginya

      Orang yang tadabur tidak akan bisa tafakur

      Nikmat itu ada dua; dhohir seperti sehat dan harta, dan bathin seperti nikmat iman dan hidayah sebagaiman firman Allah “الذين انعمت عليهم

      الكلام اربعة : ()ضرر محض كالغيبة () نفع محض مثل امر معروف () ضرر و نفع مثل جدال () لا ضرر ولا نفع

      من صمت نجا

      ما ندم من استشار

      Syarat orang yang mau musyawarah

      1. di ragu ragu

      2. dia tidak menyebut pendapat orang lain kepada yang dimintai pendapat

      قال ابن عمير فأخبرينا بأعجب شئ رأيته من رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فبكت وقالت كل أمره كان عجبا أتانى في ليلتى حتى مس جلده جلدى ثم قال ذرينى أتعبد لربى عز وجل فقام إلى القربة فتوضأ منها ثم قام يصلى فبكى حتى بل لحيته ثم سجد حتى بل الأرض ثم اضطجع على جنبه حتى أتى بلال يؤذنه بصلاة الصبح فقال يا رسول الله ما يبكيك وقد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر فقال ويحك يا بلال وما يمنعنى أن أبكى وقد أنزل الله تعالى على في هذه الليلة إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولى الألباب ثم قال ويل لمن قرأها ولم يتفكر فيها

فضيلة التفكر

      قال ابن عمير فأخبرينا بأعجب شئ رأيته من رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فبكت وقالت كل أمره كان عجبا أتانى في ليلتى حتى مس جلده جلدى ثم قال ذرينى أتعبد لربى عز وجل فقام إلى القربة فتوضأ منها ثم قام يصلى فبكى حتى بل لحيته ثم سجد حتى بل الأرض ثم اضطجع على جنبه حتى أتى بلال يؤذنه بصلاة الصبح فقال يا رسول الله ما يبكيك وقد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر فقال ويحك يا بلال وما يمنعنى أن أبكى وقد أنزل الله تعالى على في هذه الليلة إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولى الألباب ثم قال ويل لمن قرأها ولم يتفكر فيها

      وقال عمر بن عبد العزيز الفكرة في نعم الله عز وجل من أفضل العبادة

      وقال بشر لو تفكر الناس في عظمة الله ما عصوا الله عز وجل

      وعن ابن عباس ركعتان مقتصدتان في تفكر خير من قيام ليلة بلا قلب

      وبينا أبو شريح يمشى إذ جلس فتقنع بكسائه فجعل يبكى فقيل له ما يبكيك قال تفكرت في ذهاب عمرى وقلة عملى واقتراب أجلى

      وقال أبو سليمان عودوا أعينكم البكاء وقلوبكم التفكر

      وقال حاتم من العبرة يزيد العلم ومن الذكر يزيد يزيد الحب ومن التفكر يزيد الخوف

Keutamaan Tafakur

      قال ابن عمير فأخبرينا بأعجب شئ رأيته من رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فبكت وقالت كل أمره كان عجبا أتانى في ليلتى حتى مس جلده جلدى ثم قال ذرينى أتعبد لربى عز وجل فقام إلى القربة فتوضأ منها ثم قام يصلى فبكى حتى بل لحيته ثم سجد حتى بل الأرض ثم اضطجع على جنبه حتى أتى بلال يؤذنه بصلاة الصبح فقال يا رسول الله ما يبكيك وقد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر فقال ويحك يا بلال وما يمنعنى أن أبكى وقد أنزل الله تعالى على في هذه الليلة إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولى الألباب ثم قال ويل لمن قرأها ولم يتفكر فيها

Tafakur itu Zikir plus Fikir

      وأما ثمرة الفكر فهى العلوم والأحوال والأعمال ولكن ثمرته الخاصة العلم لا غير نعم إذا حصل العلم في القلب تغير حال القلب وإذا تغير حال القلب تغيرت أعمال الجوارح فالعمل تابع الحال والحال تابع العلم والعلم تابع الفكر فالفكر إذن هو المبدأ والمفتاح للخيرات كلها وهذا هو الذى يكشف لك فضيلة التفكر وأنه خير من الذكر والتذكر لأن الفكر ذكر وزيادة وذكر القلب خير من عمل الجوارح بل شرف العمل لما فيه من الذكر فإذن التفكر أفضل من جملة الأعمال ولذلك قيل تفكر ساعة خير من عبادة سنة

      فقيل هو الذى ينقل من المكاره إلى المحاب ومن الرغبة والحرص إلى الزهد والقناعة وقيل هو الذى يحدث مشاهدة وتقوى ولذلك قال تعالى لعلهم يتقون أو يحدث لهم ذكرا وإن أردت أن تفهم كيفية تغير الحال بالفكر فمثاله ما ذكرناه من أمر الآخرة فإن الفكر يعرفنا أن الآخرة أولى بالإيثار فإذا رسخت هذه المعرفة يقينا في قلوبنا تغيرت القلوب إلى الرغبة في الآخرة والزهد في الدنيا

      فههنا خمس درجات أولاها التذكر وهو إحضار المعرفتين في القلب وثانيتها التفكر وهو طلب المعرفة المقصودة منهما والثالثة حصول المعرفة المطلوبة واستنارة القلب بها والرابعة تغير حال القلب عما كان بسبب حصول نور المعرفة والخامسة خدمة الجوارح للقلب بحسب ما يتجدد له من الحال

فكرة ساعة

      دليل وجود الله هو العالم، بان الله القدم و وحدنية و غير ذلك. الذي لا يفهم ان العالم دليل  وجود الله فأرسل الله الأنبياء و المرسلين ليبين ذلك. ثم طلب منه أن يشهد الله و يعبد الله و ينطق بنطق العالم مثل التسبيح و التهليل و غير ذلك.

      تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

      أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلطَّيْرُ صَٰٓفَّٰتٍۢ ۖ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُۥ وَتَسْبِيحَهُۥ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِمَا يَفْعَلُونَ

      وَفِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

      وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِيْنَ حَتّٰى نَبْعَثَ رَسُوْلًا

      رُسُلًا مُّبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّٰهِ حُجَّةٌ ۢ بَعْدَ الرُّسُلِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا

      وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ

 

1.  فكرة السالكين : استدلال بمخلوق عن وجود الخالق

2.  فكرة المجدوبين : استدلال الخالق بوجود المخلوق

3.  فكرة المحجوبين : يفكر في كيفية إخضاع المخلوق

 لا تتفكر في ثلاثة الأشياء :

1- لا تفكر في الفقر فيكثر همك و زيادة حزنك و يزيد حرصك و طمعك

قال تعالى: {وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى } [طه: 131].

Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.

2- لا تفكر في الظلم من ظلمك ويعجز قلبك و يزيد حقدك و يدوم غيظك

3- لا تفكر في طول البقاء في الدنيا فتحب الجمع و تضيغ العمر و تسوق العمل

 

      Selanjutnya, Allah SWT berfirman:

      إن في خلق السموات والأرض واختلف اليل والنهار لايت لأولى الألباب ( الذين يذكرون الله فينما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السموات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقناعذاب النار –

      Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):

      "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran (3): 190-191)

      Ayat tersebut selain berbicara tentang kosmologi juga masalah ontologi yang berbasis ketuhanan, yakni dengan semua kegiatan tersebut diharapkan dapat mengantarkan manusia semakin tebal keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Dengan demikian, akan terjadi keseimbangan antara kekuatan daya nalar dan kekuatan spiritual, dan selanjutnya menjadi orang yang pikiran dan akalnya filsuf, namun jiwa dan rasanya seorang sufi.

      Ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan manusia menggunakan pemikirannya tersebut, ternyata jumlahnya jauh lebih banyak daripada ayat yang memerintahkan manusia untuk mengerjakan shalat.

      Karena demikian pentingnya penggunaan akal dalam beragama hingga Nabi Muhammad SAW menyatakan: al-din huw al-aql laa diina lima laa aqla lahu. Artinya: "Beragama itu harus dengan menggunakan akal, dan tidak dapat dianggap sempurna keagamaan seseorang yang tidak menggunakan akalnya?“

      Dengan memerhatikan beberapa penjelasan tersebut, maka kajian terhadap filsafat ini merupakan hal yang penting, terutama dalam rangka membangun kembali kejayaan umat Islam di masa sekarang dan yang akan datang.

      Dengan melihat pada hakikat dan substansinya, para ulama menyamakan kata falsafah dengan kata hikmah yang berarti kebijakan atau wisdom. Kata hikmah ini selanjutnya dihubungkan pula dengan kata-kata hikmah yang terdapat di dalam Al-Qur'an:

      ربنا وابعث فيهم رسولا منهم يتلوا عليهم ءاينيك ويعلمهم الكتب والحكمة ويزكيهم إنك أنت العزيز الحكيم (

      Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka alKitab (Al-Qur'an) dan hikmah serta (Al-Sunah) mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Baqarah (2): 129)

      Ayat itu berbicara tentang fungsi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu membacakan ayat-ayat Allah, mengajarkan Al-Qur'an dan hikmah, serta menyucikan diri manusia. Yatlu dan yu'allimu menurut H.M. Quraish Shihab berkaitan dengan pengajaran, yang berupa pengisian otak anak didik dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Adapun yuzakki berkaitan dengan pendidikan, yakni mengubah sikap, perilaku, dan kepribadian peserta didik.³

      Selanjutnya, Imam al-Maraghy ketika menafsirkan potongan ayat wayu'allimuhumul kitab wa al-hikmah, berkata sebagai berikut:

      "ويعلمهم القرآن وأسرار الشريعة ومقاصدها بسيرته بين المسلمين فيكون قدوة لهم في أقواله وأفعاله".“

      Mengajarkan Al-Qur'an, rahasia, dan tujuan syariat dengan sejarahnya kepada orangorang Islam sehingga menjadi contoh bagi mereka dalam ucapan dan perbuatannya.“

      Dengan demikian, hikmah merupakan tujuan, inti, misi dan jiwa (spirit) dari ajaran Islam yang dengannya ajaran Islam akan memiliki daya dorong yang kuat bagi pembinaan kepribadian hidup manusia agar menjadi orang yang baik, memiliki semangat dan etos kerja yang tinggi, jujur, amanah, ikhlas, tawakal, sabar, bersyukur, ridha, dan sebagainya. Berkaitan dengan ini, maka setiap orang yang mendapatkan hikmah, maka orang tersebut akan selalu ditunjukkan ke jalan yang benar, dan akan mendapatkan berbagai nilai kebaikan yang lebih banyak. Dalam hal ini ada hubungannya dengan ayat yang berbunyi:

      & يؤتي الحكمة من يشاء ومن يؤت الحكمة فقد أوتي خيرا كثيرا وما يذكر إلا أولوا الألبب 11

      Allah menganugerahkan Al Hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al-Qur'an dan Al-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, sunggulı ia telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (QS. al-Baqarah (2): 269)

      Kata hikmah' yang terdapat pada ayat tersebut dihubungkan dengan kebajikan yang banyak, dan orang yang dapat mencapai pada kebajikan yang banyak itu hanyalah orang-orang yang berakal.

      Dari sini terlihat jelas, bahwa orang yang dapat menangkap hikmah, ajaran, inti, hakikat, kebaikan dan kebijaksanaan adalah orang yang menggunakan akal pikirannya dengan lurus, dan orang yang demikian adalah para filsuf.

       Atas dasar ini, maka dalam bahasa Arab seorang filsuf disebut al-hakim, dan para filsuf disebut al-hukama. Dengan demikian, jika di dalam bahasa Arab terdapat kata al-hakim, maka artinya bukan al-hakim dalam bahasa Indonesia yaitu orang yang mengadili dan menetapkan hukum, melainkan filsuf. Seorang ahli hukum atau al-hakin dalam bahasa Arab disebut gadli, yakni praktisi hukum, sedangkan pemikir dalam bidang hukum disebut fuqaha.

      Kata hikmah' yang terdapat pada ayat tersebut dihubungkan dengan kebajikan yang banyak, dan orang yang dapat mencapai pada kebajikan yang banyak itu hanyalah orang-orang yang berakal.

      Dari sini terlihat jelas, bahwa orang yang dapat menangkap hikmah, ajaran, inti, hakikat, kebaikan dan kebijaksanaan adalah orang yang menggunakan akal pikirannya dengan lurus, dan orang yang demikian adalah para filsuf.

       Atas dasar ini, maka dalam bahasa Arab seorang filsuf disebut al-hakim, dan para filsuf disebut al-hukama. Dengan demikian, jika di dalam bahasa Arab terdapat kata al-hakim, maka artinya bukan al-hakim dalam bahasa Indonesia yaitu orang yang mengadili dan menetapkan hukum, melainkan filsuf. Seorang ahli hukum atau al-hakin dalam bahasa Arab disebut gadli, yakni praktisi hukum, sedangkan pemikir dalam bidang hukum disebut fuqaha.

      Dari pengertian segi bahasa ini, dapat diketahui baliwa filsafat adalah cinta terhadap pengetahuan atau cinta terhadap kebijaksanaan.

      Filsafat berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijakan sebagai asas utamanya. Kata cinta ini selanjutnya menunjukkan kepada panggilan hati nurani yang secara murni rela dan bersedia melakukan kegiatan mencari kebenaran, pengetahuan, dan hikmah.

      Dengan demikian, seorang filsuf adalah orang yang mencari dan mencintai kebenaran, pengetahuan atau hikmah, yang selanjutnya diperlihatkan dalam cara dan pola hidupnya yang unik, misalnya sering merenung, berpikir menyendiri, mengeluarkan kata-kata atau pendapat yang unik, jarang didengar, mengandung arti yang mendalam, dan terkadang mengagetkan, bahkan menggegerkan. Ia juga terlihat seperti kurang menyukai hal-hal yang bersifat materi atau segala sesuatu yang mengganggu atau bertentangan dengan jalan pikirannya.

      Dari pengertian segi bahasa ini, dapat diketahui baliwa filsafat adalah cinta terhadap pengetahuan atau cinta terhadap kebijaksanaan.

      Filsafat berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijakan sebagai asas utamanya. Kata cinta ini selanjutnya menunjukkan kepada panggilan hati nurani yang secara murni rela dan bersedia melakukan kegiatan mencari kebenaran, pengetahuan, dan hikmah.

      Dengan demikian, seorang filsuf adalah orang yang mencari dan mencintai kebenaran, pengetahuan atau hikmah, yang selanjutnya diperlihatkan dalam cara dan pola hidupnya yang unik, misalnya sering merenung, berpikir menyendiri, mengeluarkan kata-kata atau pendapat yang unik, jarang didengar, mengandung arti yang mendalam, dan terkadang mengagetkan, bahkan menggegerkan. Ia juga terlihat seperti kurang menyukai hal-hal yang bersifat materi atau segala sesuatu yang mengganggu atau bertentangan dengan jalan pikirannya.

      Berpikir yang demikian itu diarahkan pada upaya mengetahui, memahami dan mendalami tentang hakikat segala sesuatu yang ada di dunia, baik yang berkaitan dengan masalah ontologis (sumber segala sesuatu), epistemologis (berkaitan dengan cara mendapatkan sesuatu), aksiologis (berkaitan dengan nilai sesuatu), etika, estetika, ilmu pengetahuan, politik, alam, manusia, masyarakat, keluarga, negara, baik, buruk, cinta, metafisika, dan lain sebagainya.

      Selanjutnya, karena berbagai objek pemikiran "ilsafat ada yang berkaitan dengan kehidupan praktis, seperti masyarakat, keluarga, negara, dan politik, maka filsafat tersebut dibagi pula ke dalam filsafat yang semata-mata bersifat teoretis, yakni hanya ada dalam pikiran, seperti tentang benar, salah, baik dan buruk, dan filsafat yang tidak semata-mata bersifat teoretis melainkan juga bersifat praktis, seperti filsafat tentang masyarakat, keluarga, negara, dan politik.

      Dengan cakupannya yang demikian luas itu, maka di kalangan para ahli, seperti Harun Nasution berpendapat, bahwa filsafat adalah induknya seluruh ilmu pengetahuan, karena dari filsafat itulah ilmu pengetahuan memperoleh informasi tentang segala sesuatu untuk dikembangkan lebih lanjut melalui kegiatan ilmiah

      Ibn Rusyd ketika menjelaskan hubungan filsafat dan wahyu mengatakan, bahwa filsafat ialah tidak lain dari berpikir tentang wujud untuk mengetahui semua yang ada ini.

      Al-Qur'an, sebagaimana dapat dilihat dari ayat-ayat yang mengandung kata-kata afalaa yandzurun (mengapa mereka tidak memerhatikan/berpikir), afalaa yatadabbarun (mengapa mereka tidak merenungkan), laayatin li ulil al-bab (sebagai tanda bagi orang-orang yang berpikir), dan sebagainya, menyuruh agar manusia berpikir tentang wujud dan alam sekitarnya untuk mengetahui Tuhan.

      2. TENTANG KEJADIAN ALAM (TIMBULNYA YANG BANYAK DARI YANG MAHASATU)

      Dalam membahas Tuhan, para filsuf itu ingin menjelaskan keesaan mutlak Tuhan. Menurut al-Kindi, misalnya, bahwa Tuhan adalah unik, tidak mengandung arti juz'i (particular) dan tidak pula mengandung arti kulli (universal). Ia adalah semata-mata satu. Hanya Ialah yang satu, selain-Nya mengandung arti banyak.

      Untuk menjauhkan Tuhan dari arti banyak, al-Farabi sebagaimana Plotinus, berpendapat, bahwa alam ini memancar dari Tuhan dengan melalui akal-akal yang jumlahnya sepuluh. Antara alam materi dan Tuhan terdapat pengantara. Tuhan berpikir tentang diri-Nya, dan dari pemikiran ini memancarlah Akal Pertama. Akal Pertama berpikir tentang Tuhan, dan dari pemikiran ini timbullah Akal Kedua. Akal Kedua ini berpikir tentang Tuhan, dan timbullah Akal Ketiga, dan demikian seterusnya sehingga terwujud Akal Kesepuluh.Akal Pertama selanjutnya berpikir tentang dirinya, dan dari pemikiran kedua inilah timbul langit pertama. Akal-akal lainnya juga berpikir tentang dirinya masing-masing, dan dari pemikiran ini timbullah bintang-bintang, Saturnus, Jupiter, Mars, Matahari, Venus, Mercurius, bulan, dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Dengan demikian, Tuhan Yang Maha Esa tidak mempunyai hubungan langsung, malahan jauh dari alam materi yang mengandung arti banyak ini. Demikianlah pendapat al-Farabi.Ibn Sina juga mempunyai filsafat emanasi yang sama dengan al-Farabi. Bagi Ibn Sina akal-akal itu ialah Malaikat, dan Akal Kesepuluh yang mengatur Bumi, adalah Jibril.Dengan demikian, kejadian alam menurut mereka adalah kejadian dalam bentuk pancaran yang tidak mempunyai permulaan dalam waktu. Dari sini dapat dipahami, bahwa materi asal yang menjadi dasar alam bagi mereka bersifat qadim, dalam arti tidak mempunyai permulaan dalam waktu.

      TENTANG ROH DAN KELANGSUNGAN HIDUP

      Menurut al-Kindi, bahwa roh bersifat sederhana, substansinya berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Roh adalah lain dari badan, dan mempunyai wujud tersendiri. Dengan perantaraan rohlah manusia memperoleh pengetahuan pancaindra dan pengetahuan akal. Pengetahuan pancaindra hanya mengenai yang lahir saja dan dalam hal ini manusia dan binatang sama. Pengetahuan akal menggambarkan hakikat, dan hanya dapat diperoleh manusia, dengan syarat ia harus melepaskan dirinya terlebih dahulu dari sifat kebinatangan yang terdapat dalam tubuhnya. Jalan untuk itu ialah meninggalkan keduniaan dan senantiasa berpikir serta berkontemplasi tentang wujud.Jika roh telah meninggalkan keinginan badan, bersih dari segala noda kematerian dan senantiasa berpikir tentang hakikat wujud, ia akan menjadi suci, dan ketika itu dapatlah ia menangkap gambaran segala hakikat.

      Adapun fungsi roh tak ubahnya seperti cermin yang dapat menangkap gambaran dari benda-benda yang ada di depannya. Karena roh adalah cahaya dari Tuhan, roh dapat menangkap ilmu-ilmu yang ada pada Tuhan. Tetapi kalau roh kotor, maka sebagai cermin yang kotor, ia tak dapat menerima pengetahuan yang dipancarkan Tuhan itu.Keberadaan roh bersifat kekal dan tidak akan hancur dengan hancurnya badan. Ia tidak hancur karena substansinya berasal dari substansi Tuhan. Selama roh berada dalam badan, ia tidak memperoleh kesenangan dan pengetahuan yang sebenarnya. Kesenangan ini hanya diperoleh setelah roh bercerai dengan badan. Setelah terlepas dari ikatan badan, roh akan pergi ke Alam al-Haqq (Dunia Kebenaran) atau Alam Al'Aql (Alam Akal) di atas bintang-bintang di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Di sinilah terletak kesenangan abadi dari roh.

      Gambaran tentang pembagian roh secara lebih terang dan lebih baik ke dalam beberapa bagian dan tentang daya yang ada padanya, diberikan oleh Ibn Sina sebagai berikut:a. Roh tumbuh-tumbuhan yang memiliki daya makan (al-ghaziyah), tumbuh (al-munmiyah), dan berkembang (al-muwalidah).

      b. Roh binatang (al-hayawanat) yang memiliki daya gerak (al-muharrikah), dan menangkap yang terbagi dua, yaitu: menangkap dari luar dengan menggunakan pancaindra; dan menangkap dari dalam yang menggunakan: (a) indra bersama (al-hiss al-musytarak) yang menerima segala apa yang ditangkap oleh pancaindra;(b) representasi (al-khayal) yang menyimpan segala apa yang diterima indra bersama;(c) imajinasi (al-mutakhayyilah) yang menyusun apa yang tersimpan dalam representasi;(d) estirnasi (al-wahmiyah) yang dapat menangkap hal-hal abstrak yang terlepas dari materinya, umpamanya keharusan lari bagi kambing yang melihat serigala; dan(e) rekoleksi (al-hafidzah) yang menyimpan hal-hal abstrak yang disusun oleh estimasi.

      C. Roh manusia dengan dua daya, yaitu:

      praktis (al-'amilah) yang hubungannya dengan badan dan materi; dan

      teoretis (al-'amilah atau al-nadzariyah) yang hubungannya dengan halhal yang abstrak.

      Daya ini mempunyai tingkatan-tingkatan:

      akal materiil (al-'aql al-hayulaniy) yang baru mempunyai potensialitas untuk berpikir dan belum dilatih walaupun sedikit;

      intellectus in habitu (al-'aql bi al-malakah) yang telah mulai dilatih untuk berpikir tentang hal-hal yang abstrak;

      akal aktual (al-'aql bi al-fi'l) yang telah dapat berpikir tentang hal-hal abstrak; dan

      acquired intellect (al-mustafad) yang telah sanggup berpikir tentang halhal abstrak dengan tak perlu lagi pada daya upaya.

      Akal dalam tingkatan ini telah dilatih begitu rupa sehingga hal-hal yang abstrak selamanya terdapat di dalamnya; akal dalam tingkatan inilah yang dapat menerima limpahan ilmu pengetahuan dari akal aktif (al-'aql al-Faal) yang berada di luar diri manusia

      . Selanjutnya Ibn Sina menambahkan, bahwa sifat seseorang amat bergantung pada roh mana dari ketiga bagian tersebut yang berpengaruh pada dirinya. Jika roh tumbuh-tumbuhan dan roh binatang yang berkuasa pada dirinya, maka orang itu dekat menyerupai binatang. Tetapi jika roh manusia yang berpengaruh, maka orang itu dekat menyerupai malekat dan dekat pada kesempurnaan.

      3. Mengingat peran dan fungsinya yang demikian itu, maka mempelajari filsafat Islam merupakan hal yang wajib atau sekurang-kurangnya dianjurkan. Perintah menggunakan akal sebagaimana yang dilakukan dalam filsafat sangat dianjurkan oleh Al-Qur'an dan Al-Sunah. Jumlah ayat Al-Qur'an yang memerintahkan manusia menggunakan akal pikiran ternyata lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan ayat Al-Qur'an yang menyuruh manusia mengerjakan shalat. Atas dasar itulah, maka agama memerlukan akal, dan penggunaan akal juga memperlukan arahan dari agama.

Kesimpulan

1.  Filsafat Islam adalah sebuah upaya berpikir secara sistematis, mendalam, radikal, dan universal tentang segala sesuatu dalam batas-batas yang dibolehkan ajaran Islam. Filsafat Islam berbeda dengan filsafat barat yang liberal. Filsafat Islam tidak akan membawa manusia mengingkari adanya Tuhan, Rasul, Al-Qur’an dan masalah akidah, ibadah dan akhlak, melainkan akan memperkuat dan memperteguh akidah, ibadah dan akhlak manusia.

2.  Filsafat merupakan bagian dari kajian studi Islam yang memiliki peran dan fungsi yang sangat penting. Selain akan memperkuat akidah, ibadah dan akhlak, filsafat juga akan membantu manusia dalam menemukan substansi, spirit, jiwa, power, dan hikmah yang terkandung dalam ajaran Islam. Dengan demikian, ajaran Islam tidak akan terjebak pada pendekatan doktriner dan formalitas yang tidak memiliki pengaruh terhadap jiwa, pola pikir, sikap, dan perilaku manusia.

      3. Mengingat peran dan fungsinya yang demikian itu, maka mempelajari filsafat Islam merupakan hal yang wajib atau sekurang-kurangnya dianjurkan. Perintah menggunakan akal sebagaimana yang dilakukan dalam filsafat sangat dianjurkan oleh Al-Qur'an dan Al-Sunah. Jumlah ayat Al-Qur'an yang memerintahkan manusia menggunakan akal pikiran ternyata lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan ayat Al-Qur'an yang menyuruh manusia mengerjakan shalat. Atas dasar itulah, maka agama memerlukan akal, dan penggunaan akal juga memperlukan arahan dari agama.

      4. Sejarah Islam mencatat adanya sejumlah para filsuf dalam Islam. Mereka itu antara lain: al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, al-Ghazali, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, dan Ibn Rusyd. Mereka ini telah memeras akal pikiran untuk memberikan jawab atas sejumlah masalah yang diperlukan manusia, antara lain masalah akal dan wahyu, akhlak, politik, penciptaan alam, dan jiwa. Hasil pemikiran para filsuf ini sangat dibutuhkan untuk merumuskan berbagai konsep yang dibutuhkan untuk berbagai kegiatan manusia, seperti pendidikan, dakwah, dan pembentukan pemerintahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Pendidikan Islam

Filsafat Pendidikan Islami